Generally Accepted Auditing Standards

Auditing berasal dari bahasa latin, yaitu ”audire” yang berarti mendengar,dalam hal ini mendengar adalah memperhatikan dan mengamati pertanggungjawaban laporan keuangan yang disampaikan oleh penanggung jawab keuangan. Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit,Standar auditing terdiri dari 10 hal yang dikelompokkan kedalam 3 bagian. Dalam banyak hal, standar-standar tersebut saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. “materialitas” dan “resiko audit” melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

A.  General Standards (Standar umum)
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Standar umum ini mencakup tiga bagian, yaitu:

  1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
  2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
  3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

B. Standards of Field Work (Standar pekerjaan lapangan)
Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga, yaitu:

  1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
  2. Pemahaman memadai atas internal control harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
  3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, observasi, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan audit.

C. Standards of Reporting  (Standar pelaporan)
Standar pelaporan terdiri dari empat, yaitu:

  1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
  2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan (jika ada) ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
  3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
  4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan (jika ada) dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor

Sumber:
AUDITING and ASSURANCE SERVICES – An Integrated Approach – An Indonesian Adaptation
Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Alvin A. Arens, Amir Abadi Jusuf

Posted in Accounting | Tagged , | Leave a comment

Service Quality and Servant Leadership

Di era kompetisi yang ketat, banyak organisasi yang tumbang tidak mampu bertahan, Dalam kondisi demikian, pelayanan kelas satu banyak yang dibutuhkan untuk menjaga eksistensi sebuah badan usaha. Sudah jelas pelayanan kelas satu sangat dibutuhkan dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga pelanggan menjadi loyal dan akan berdampak besar bagi organisasi.Siapa yang tidak kenal dengan maskapai penerbangan Singapore Airlines yang memiliki kode penerbangan SQ, maskapai penerbangan ini unggul di bidang pelayanan kelas satu kepada para penumpangnya. Mulai dari pelayanan darat hingga pelayanan diatas kabin pesawat, sehingga tidak mengherankan jika sering kali maskapai penerbangan ini mendapatkan penghargaan internasional. Rupanya kode penerbangan SQ ini dapat diidentikkan dengan Service Quality, dan semuanya ini tidak terlepas dari budaya melayani yang diimani oleh seluruh anggota organisasi maskapai ini. Mulai dari CEO hingga pramugari ditanamkan jiwa pelayanan, sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan service quality sebagian besar juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan yang inline dengan Service Quality ini adalah kepemimpinan yang memiliki jiwa pelayanan (servant leadership).

Servant leadership
Sejak dikenalkan Robert Greenleaf (1970), servant leadership menjadi subyek dalam teori organisasi dan menjadi pendekatan yang populer untuk berbagai organisasi termasuk institusi perguruan tinggi.
Kepemimpinan yang memiliki jiwa pelayanan (Servant leader) sebenarnya dapat dimulai dari dalam diri pribadi, hal ini karena kepemimpinan sejati dimulai dari dalam diri dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh mereka yang dipimpinnya. Tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan organisasi dan kepentingan mereka yang dipimpinnya. Pemimpin yang melayani memiliki perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Perhatian itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Adapun karakteristik dari  seorang pemimpin yang memiliki hati dan melayani adalah: Listening, Empathy, Healing, Awareness, Persuasion, Conceptualization, Foresight, Stewardship, Commitment to the growth of people dan Building community.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya, serta dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya di atas kepentingan organisasi atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Akan tetapi jika dilihat dari realitas yang terjadi,  betapa banyak dapat disaksikan para pemimpin  yang mengaku mendapatkan amanah justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika di lantik tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Sebaliknya  pemimpin yang melayani justru memiliki keinginan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut.

Jika sebuah organisasi mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi tersebut niscaya akan berkembang dan menjadi kuat.

Posted in Human Resource, Management, Quality of Life | Tagged , | Leave a comment