Kritik untuk Model Pembelajaran Tradisional di Perguruan Tinggi

Pembahasan metode pembelajaran di perguruan tinggi selalu berkaitan dengan kebutuhan perusahaan / industri terhadap performansi lulusan di dunia kerja nyata. Perusahaan / industri saat ini mencari lulusan yang memiliki kemampuan kuat dalam pemecahan masalah, komunikasi, bekerja dalam tim, dan kepemimpinan (Carnevale, 2000; Rao & Sylvester, 2000). Kebanyakan lulusan yang diterima, memang memiliki kemampuan teknis yang mencukupi, namun mereka masih kurang dalam kemampuan proses, seperti komunikasi dan pemecahan masalah, yang dibutuhkan untuk keberhasilan kerja (College Placement Council, 1994).

Perguruan tinggi, sebagai penghasil lulusan dan yang juga berkepentingan atas kesuksesan lulusan dalam memasuki dunia kerja, menuai komplain dari perusahaan dan industri, bahwa lulusannya tidak siap dengan pengetahuan praktis dan kemampuan yang dibutuhkan untuk berlaku secara efektif dalam profesi mereka. Kebanyakan perguruan tinggi bersama asosiasi profesi nasional akan meresponnya dengan melakukan pembenahan kurikulum, agar materi-materi mata kuliah yang diberikan pada mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan profesi mereka kelak.

Kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan profesi memang penting, namun bukan segalanya. Masih ada 1 hal lagi yang tak kalah penting untuk dibenahi oleh perguruan tinggi, yaitu metode pengajaran dan pembelajaran. Terdapat banyak kritik atas metode pengajaran dan pembelajaran tradisional di perguruan tinggi, berkaitan dengan lulusan yang kurang dapat mempelajari secara mendalam tentang hal-hal dan masalah-masalah yang harus dihadapi lulusan di dunia kerja nyata ini, seperti Finucane, Johnson, dan Prideaux (1998) yang mengkritik metode pembelajaran tradisional di medikal.

Dalam pembelajaran tradisional, pada umumnya, dilakukan berupa instruksi berbasis diktat, dimana informasi dipresentasikan ke siswa untuk belajar dengan sedikit perhatian terhadap bagaimana informasi tersebut digunakan. Siswa duduk di kelas sebagai penerima pasif dari informasi, dan pengajar adalah pemberi informasi tunggal, yang menangani pengajaran sejumlah besar siswa. Kelas diisi dengan pembicaraan pengajar, sebagai pemberi informasi, sesuai dengan silabi yang telah ditetapkan. Informasi dipecah menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah dan membentuk suatu konsep keseluruhan. Tujuan pengajar adalah untuk meneruskan pemikiran dan pemaknaan mereka ke siswa pasif (Caprio, 1994).

Siswa diperlakukan dengan model berbasis aturan, dimana mereka diharapkan untuk mengingat isi materi (buku teks) dalam rangka menghadapi ujian dan sertifikasi publik. Buku teks tidak dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah, berbikir kritis, dan belajar secara mandiri. Tidak ada keterkaitan dengan lingkungan kerja nyata secara virtual. Tidak ada kejutan, sehingga, siswa kurang disiapkan untuk menghadapi ketidakpastian yang ada di dunia kerja nyata.

Faktor lain yang berkonstribusi terhadap ketidakmampuan lulusan dalam memenuhi kebutuhan kerja adalah pendekatan tradisional pada edukasi komputasi dan rekayasa yang kurang dapat memenuhi integrasi antar disiplin ilmu, kurang memiliki antarmuka dengan masalah-masalah dunia nyata, dan kurang menanamkan pengetahuan dasar secara mendalam. Hal ini menyebabkan masalah ketidakmampuan siswa untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapat pada kasus sebenarnya.

Materi kuliah pada umumnya difragmentasi, sehingga memiliki sedikit keterkaitan antara 1 dengan yang lainnya (Toin, 1997). Oleh sebab itu pengetahuan-pengetahuan yang siswa dapatkan dianggap sebagai konteks yang berdirisendiri.

Terdapat bukti bahwa jika siswa tidak belajar sesuatu dengan suatu cara yang melibatkan pemahaman inti atau fungsi dari sesuatu tersebut, mereka akan merasakan keterbatasan akses, bahkan saat situasi yang terkait dengan apa yang mereka pelajari muncul, mereka tidak dapat memanfaatkannya (Bransford, Sherwood, Vye, & Reiser, 1986). Sehingga tidaklah mengherankan bila siswa merasa bahwa apa yang mereka pelajari selama ini terlepas dari kebutuhan dunia kerja nyata.

Referensi:

  1. Bransford, J. D., Sherwood, R., Vye, N. J., & Reiser, J. (1986). Teaching thinking and problem-solving. American Psychologist, 41(10), 1078-1089.
  2. Caprio, M. W. (1994). Easing into constructivism: Connecting meaningful learning with student experience. Journal of College Science Teaching, 23(4), 210-212.
  3. Carnevale, A. P. (2000). Community colleges and career qualifications. Washington, DC: American Association of Community Colleges.
  4. College Placement Council. (1994). Developing the global workforce. Institute for College and Corporations. Bethlehem, PA: College Placement Council.
  5. Finucane, P. M., Johnson, S. M., & Prideaux, D. J. (1998). Problem-based learning: Its rationale and efficacy. Med J Aust, 168, 445-448.
  6. Rao, M., & Sylvester, S. (2000). Business and education in transition: Why new partnerships are essential to student success in the new economy. AAHE Bulletin, 52(8), 11-13.
  7. Toin, A. R. (1997). Redesigning teacher education. Albany, NY: Sunny Press.

[ROM] – Maret 2009

6 Responses to Kritik untuk Model Pembelajaran Tradisional di Perguruan Tinggi

  1. Nice article. Di era globalisasi kayak sekarang emang pendidikan, khususnya metode pembelajaran harus ikut berevolusi, kita ga bisa hanya mengikuti gaya ortodok tapi mwngharapkan hasil yang lebih baik daripada generasi yang lalu.

  2. Sunu Puguh says:

    Sebagai orang awam saya melihatnya bahwa pendidikan juga sebagai seni. Dalam penyampaiannya harus terus berkembang, misalkan untuk saat ini lebih banyak melibatkan teknologi. Sehingga seharusnya ada sinergi antara generasi tua yang lebih bijak dan banyak pengalaman dengan generasi muda yang lebih melek teknologi dan punya semangat. Kadang juga pendidikan bukan dijadikan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sehingga membuat siswa merasa tidak nyaman. Tapi untuk saat ini saya rasa sudah mulai banyak pengembangan berbagai metode pendekatan pendidikan yang semakin baik. Semoga ke depannya juga akan semakin baik lagi.

    Supporting IT staff @ Institut Manajemen Telkom
    http://www.imtelkom.ac.id

  3. dengan membaca kita dapat memperoleh pelajaran yang sangat berharga…… contohnya dengan membaca artikel ini saya memperoleh suatu pembelajaran yang sangat membantu syaa dalam penyelesaian sebuah tugas

  4. antiklopedia says:

    nice, sudah saatnya sistem pendidikan mengalami revolusi demi masa depan bangsa kita yang lebih baik

  5. anjar says:

    sy pikir jelas, bahwa perkembangan teknologi dan invormatika ikut memdobrak perkembangan pendidikan khususnya di indonesia. banyaknya metode-metode mengajar yang ditemukan pada dasarnya bukanlah solusi untuk kemajuan pendidikan. yang perlu di perhatikan adalah kualitas tenaga pengajarnya…. lebih dari 70 % keberhasilan proses pembelajaran di tentukan dr kemampuan pengajar menguasai materinya…..
    terima kasih….

  6. ops kurus says:

    tapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana pendidikan mampu membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik, dan tidak hanya menitik beratkan hanya pada nilai saja..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Powered by WordPress | Designed by: diet | Thanks to lasik, online colleges and seo
Skip to toolbar