“Berapa lamakah kau akan tetap menggelepar dan bergantung di sayap orang? Kembangkanlah sayapmu sendiri dan terbanglah lepas seraya menghirup udara bebas di taman yang luas.”
Dr. Sir M. Iqbal
Seringkali kita bertanya, untuk apa kita belajar materi-materi kuliah yang kesannya teoritis dan kurang sesuai dengan penerapan di dunia praktis? Belajar untuk belajar adalah salah satu ungkapan yang tepat sebagai jawabannya.
Misal saja, Data Flow Diagram (DFD) yang secara praktis jarang atau bahkan tidak digunakan, tapi DFD merupakan salah satu metode pelatihan atau pembelajaran yang tepat untuk dapat berpikir secara logis, terstruktur dan sistematis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan proses bisnis.
Jadi dengan kuliah, selain untuk mendapatkan bekal ilmu teknis yang sesuai dengan kompetensi di bidang kita, juga (yang terpenting) merupakan proses pengembangan pola pikir kita untuk dapat belajar secara mandiri terhadap permasalahan-permasalahan baru di dunia kerja, dan menuangkannya dalam bentuk solusi, sebagai hasil dari proses pemikiran yang logis, terstruktur, dan sistematis.
“Menyampaikan pengetahuan – bahkan pada tingkat tinggi yang sesuai untuk masyarakat berpengetahuan – merupakan tugas yang lebih mudah daripada memberikan kemampuan dan pengetahuan kepada siswa untuk dapat terus belejar dan punya keinginan untuk belajar.”
Peter F. Drucker
Memahami proses pembelajaran yang tepat dan berkualitas merupakan hal penting dari proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan pengamatan saya, kebanyakan Mahasiswa kurang dapat menjawab pertanyaan (dengan sedikit modifikasi) dari suatu hal yang semestinya telah mereka baca atau tulis sebelumnya. Mereka sangat lemah dalam pemahaman secara konseptual, sehingga sering kali mereka jatuh di nilai penguasaan materi serta ketepatan dan obyektivitas jawaban atas pertanyaan saat ujian Tugas Akhir. Kemungkinan besar, cara belajar sebagian besar Mahasiswa adalah belajar untuk menghapal, merupakan penyebabnya. Sehingga mereka kurang dapat mengekspresikan apa yang telah mereka pelajari sesuai dengan gaya (karakter) mereka sendiri.
Sebenarnya dalam mempelajari sesuatu, terdapat kemajuan dan kemunduran. Kemajuan adalah memahami makna dari sesuatu tanpa mempedulikan yang sepele. Dan kemunduran adalah mengumpulkan yang sepele-sepele tanpa memahami maknanya.
Makna adalah suatu hal yang tak tampak. Di balik yang tampak, masih banyak hal menarik yang pantas diketahui. Di dalam yang tak tampak, bila benar-benar mampu memahaminya secara menyeluruh dan intens, kita akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih efektif terhadap manfaat atau makna sesuatu yang tampak itu.
Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, makna (ma’na) adalah pengenalan tempat-tempat segala sesuatu di dalam sistem. Pengenalan seperti itu terjadi jika relasi sesuatu dengan yang lain dalam sistem tersebut menjadi terjelaskan dan terpahamkan. Relasi tersebut harus menguraikan suatu keteraturan tertentu.
Sehingga pembelajaran yang baik akan dapat meningkatkan penalaran kita terhadap sesuatu yang dipelajari dan hal lain yang berkaitan dengannya.
Rene Descartes, dalam bukunya “Risalah tentang Metode”, 1995, menyatakan bahwa kejelasan dan kegamblangan, kesederhanaan dan kemudahan adalah kriteria dari penalaran yang baik.
“Semua kesalahan manusia adalah akibat dari ketidaksabaran, berupa pelanggaran dini terhadap suatu prosedur metodi.”
Franz Kafka, Penulis cerpen Jerman
Bila dikaitkan dengan tuntutan dunia kerja, dimana kita sebagai sarjana teknis (engineer) harus memiliki daya kreatifitas dalam memberikan solusi dari permasalahan yang ada, maka perlu kiranya kita memahami bahwa proses kreatif tidak dapat terjadi dari sesuatu yang tak ada, tapi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya.
Dengan berdasarkan pada apa yang dimiliki, orang kreatif memahami dan menelusurinya dengan cara yang berbeda dari biasanya, sehingga menghasilkan suatu inovasi. Dan hal inilah yang membedakan antar inovasi dengan sesuatu yang merupakan hasil dari pemikiran asal-asalan (dalam bahasa Jawa: Ngawur).
Selain itu proses kreatif tidak dapat diadakan secara tiba-tiba. Proses ini membutuhkan waktu yang lama, karena adanya kebutuhan akan waktu untuk pengendapan, pemikiran divergen, pengeraman, keseriusan berpikir, dan relaksasi rutin.
Oleh sebab itu kemampuan untuk dapat memahami makna dari sesuatu, membutuhkan usaha keras (untuk berlatih) secara terus-menerus, sehingga tidak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Dan makna yang diperoleh merupakan modal dasar untuk dapat meningkatkan penalaran kita dalam berpikir secara kreatif. Inilah inti dari belajar untuk belajar. Semoga berguna.
Ketika sesuatu diteliti maka akan diperoleh ilmu yang benar.
Ilmu yang benar akan menghasilkan ketulusan.
Ketulusan akan menuntun hati pada kebaikan.
Kebaikan hati membuat hidup seseorang terus tumbuh dan berkembang.
Bila hati seseorang berkembang maka keluarganya akan teratur.
Jika keluarga tertib, maka kehidupan bangsa juga tertib.
Jika kehidupan bangsa berjalan sesuai aturan, maka dunia ini akan damai.
Konfusius – Moralis Cina
[ROM] – Maret 2009
Leave a Reply