RSS
 

Archive for the ‘Media’ Category

Terminator sebagai Simbol Dominasi Laki-Laki dan Manusia Modern

07 Aug

CYBORG DAN DOMINASI LAKI-LAKI

Munculnya cyborg yang tersebar di media atau dunia maya melahirkan mimpi-mimpi tentang manusia super. Terminator adalah satu di antara sekian banyak cyborg, hasil rekayasa teknologi yang menyatukan mesin dan manusia. Dengan menggunakan perspektif feminisme-cyber dan posthumanisme, kehadiran terminator tidak saja melanggengkan dominasi laki-laki terhadap perempuan tetapi juga mengubah konsep manusia.

foto: avp.wikia.com

 

 
11 Comments

Posted in Media

 

Tukang Ojek, Media, dan Persepsi Masyarakat

12 Jun

 

foto: medyarizkadani.blogspot.com

Lama saya tidak berjumpa dengan para alumni Madrasah Aliyah Bilingual (MAB) Krian yang lulus 2010 lalu, tiba-tiba mereka meminta saya untuk mendampingi ziarah ke makam wali lima sekaligus sebagai acara reuni. Sebelum mengundurkan diri dari MAB, saya memang mengajar mereka dari kelas satu hingga lulus sekolah. Total saya mengabdi di sekolah yang berada di lingkungan pesantren itu kurang lebih enam tahun.

Saya tidak keberatan mendampingi para alumni yang berjumlah kurang lebih tiga puluh lima itu. Selama perjalanan, rona kegembiraan muncul di wajah para remaja yang rata-rata berusia dua puluh tahunan itu. Tersirat bahwa para alumni yang sekarang menjadi mahasiswa di berbagai perguruan itu, seolah ingin melepaskan kerinduan bersama teman-teman lamanya. Sampai akhirnya tidak terasa waktu menunjukkan pukul sebelas malam, rombongan baru sampai di makam Sunan Giri, Gresik setelah melakukan perjalanan dari Sunan Ampel Surabaya, Sunan Bonang dan Goa Akbar Tuban, Sunan Drajat Lamongan, dan Maulana Malik Ibrahim Gresik. Padahal jam-jam seperti ini mestinya rombongan ziarah ke makam wali lima sudah tertidur pulas dalam bus menuju perjalanan pulang.

Di makam Sunan Giri, jarak antara tempat parkir dengan tempat makam kurang lebih dua kilometer. Sehingga semua peserta ziarah memutuskan untuk naik kendaraan ojek atau delman. Karena hanya dua jenis kendaraan itulah yang tersedia di area tersebut. Sebagian besar alumni laki-laki naik ojek. Sementara hampir semua alumni perempuan memutuskan naik delman. Ketika saya bertanya: kenapa tidak naik ojek yang biayanya separoh lebih murah sekaligus lebih cepat ketimbang naik delman? Sebagian besar menjawab bahwa mereka takut di bawah “lari” oleh tukang ojek. Padahal, jika saya melihat usia tukang ojek dan kusir (pengemudi delman) sama-sama relatif muda. Tapi begitulah alasan mereka memutuskan naik delman yang lebih mahal dan lebih lamban.

Dalam teori kultivasi, persepsi masyarakat terhadap tukang ojek yang dinilai menakutkan itu tidak lepas dari pengaruh media, terutama televisi. Teori ini menyebutkan bahwa dunia nyata seperti apa yang dilihat di televisi. Televisi menjadi media atau alat utama para penonton untuk belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Bahkan bagi para pecandu berat televisi (heavy viewers) menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya.

Kejadian ini mengingatkan saya ketika berangkat ke Jakarta. Teman saya yang tinggal di sana menyarankan saya untuk naik taksi setelah turun dari bus bandara. Menurutnya, naik ojek kurang menjamin keselamatan. Apalagi ketika saya tiba di Pasar Minggu pukul sepuluh malam, bisa-bisa saya ditipu, dijambret, atau bahkan dibunuh. Lebih-lebih saya tidak menguasai areal ibukota.

Televisi yang kerap menayangkan kekerasan, khususnya kejahatan-kejahatan di jalan raya seperti penjambretan yang dilakukan oleh tukang ojek, pemerkosaan yang dilakukan oleh sopir angkot, dan sejumlah kekerasan lainnya, dilahap oleh penonton televisi dalam program-program berita khusus kriminal. Inilah yang kemudian membius penonton sehingga mengidentifikasi realitas di sekelilingnya sama persis dengan berita-berita yang dikonsumsi di televisi.

Saya juga teringat mahasiswa saya yang hendak melanjutkan studi ke Inggris. Bagi ibu dari mahasiswa tersebut, masalah dana yang menghabiskan sekian ratus juta untuk pergi ke luar negeri bukan menjadi persoalan. Namun yang ditakutkan sang ibu jika anaknya masuk dalam kelompok NII. Seringnya televisi meliput tentang mahasiswa-mahasiswa yang hilang akibat dihipnotis oleh NII sehingga masuk dalam kelompoknya membuat sang ibu selalu khawatir terhadap keselamatan anaknya.

Ini memperlihatkan bahwa betapa buruk gambaran masyarakat tentang realitas di sekitarnya seperti yang ditonton di televisi. Meski sesungguhnya tidak semua yang terjadi di televisi adalah sama dengan dunia nyata. Sebagaimana yang saya lakukan ketika pulang dari Universitas Indonesia Depok menuju rumah teman saya yang berlokasi di Kebun Jeruk. Saat turun dari kereta api di stasiun Gambir, saya memutuskan untuk naik ojek menuju Kebun Jeruk, sekitar pukul delapan malam. Perjalanan yang kami tempuh kurang lebih tiga puluh kilo meter untuk sampai ke rumah teman saya. Dan benar, sang tukang ojek yang berusia sekitar tiga puluhan itu sangat ramah dalam melayani penumpangnya. Tentu saja, ini bukan berarti saya menjustifikasi bahwa semua tukang ojek ramah, akan tetapi untuk memperlihatkan bahwa gambaran masyarakat tentang tukang ojek, sebagaimana yang dipersepsi media, tidak benar-benar sama dengan dunia nyata.

Kendati demikian, tidak mudah untuk mengubah persepsi masyarakat, termasuk para alumni perempuan MAB. Kekuatan media begitu luar biasa untuk memengaruhi atau bahkan mengubah persepsi masyarakat. Media bahkan berhasil menciptakan ketakutan-ketakutan yang seharusnya tidak menakutkan. Termasuk realitas tukang ojek yang tidak semuanya sama seperti yang dipersepsi media dan masyarakat.

 
7 Comments

Posted in Media

 

BRIPTU NORMAN, YOUTUBE, DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI

22 Aug

Briptu Norman, YouTube, dan Teknologi Komunikasi

Artikel ini dimuat di majalah SS News edisi 03, 2011

 
22 Comments

Posted in Media

 
 
Skip to toolbar