RSS
 

Archive for July, 2016

Cinta Habibie: Ilona atau Indonesia?

02 Jul

 

Ini bukan spoiler, tapi review! Awalnya saya kurang berminat menonton film prekuel Rudy Habibie yang diputar serentak pada 30 Juni 2016. Apalagi film pertamanya (Habibie dan Ainun) yang tembus 4,5 juta penonton itu bagi saya kurang “Nendang”.

Yang mendorong saya untuk tetap berangkat adalah pertama, film ini terlalu “muluk” untuk menarget penonton hingga 10 juta mengingat film pertamanya bisa tembus 4,5 juta. Kedua, dalam launchingnya, film ini telah ditunggu oleh masyarakat berbagai strata, mulai dari masyarakat biasa, artis, hingga pejabat politik. Ketiga, saya mempunyai kepentingan untuk melakukan observasi film-film Indonesia guna mendukung peminatan dan penelitian saya. Maka saya putuskan: harus nonton!

Karakter Habibie di film ini dieksplorasi dengan detail sehingga setiap keputusan yang diambil oleh Habibie dalam menyelesaikan masalah bisa diduga oleh penonton, sekalipun tidak tahu persis langkah yang apa yang akan dilakukan. Idealismenya yang mendarah daging membuat setiap keputusan yang diambil lebih mirip dengan sifat egoisme. Karakter inilah yang membuat penonton spot jantung. Kemampuan Reza Rahardian dalam menduplikat Habibie cukup berhasil untuk membuat penonton menangis, tertawa, dan marah. Praktis, selama drama dimainkan, emosi penonton berhasil diaduk-aduk.

Plot cerita maju mundur yang dibangun dalam film Rudy Habibie juga mampu menenggelamkan penonton dalam haru biru masa lalu. Sekalipun film ini adalah prekuel, tetapi penonton tidak harus mengetahui film lainnya (Habibie dan Ainun). Tokoh Ainun justru tidak ditampilkan. Penonton diajak untuk mendefinisikan cinta melalui karakter Ilona, gadis polandia yang cantik, cerdas, dan mengundang romantisme. Pengalaman pahitnya selama tinggal di tempat persembunyian bawah tanah di Ambon, Indonesia, membentuk tokoh yang dimainkan oleh Chelsea Islan ini menjadi gadis optimis dan selalu mendukung mimpi-mimpi Habibie yang sulit dilogika. Kelebihan yang tak dimiliki oleh perempuan lain ini membuat Habibie Dilema. Pilih Ilona atau Indonesia?

Dalam menyampaikan pesan komunikasi, film ini juga cukup berhasil memilih dan menerjemahkan simbol-simbol agama, suku, dan toleransi, tanpa melukai hati penonton, apapun latar belakangnya. Ini tentu berbeda dengan film-film semacam “Tanda Tanya” dalam menggambarkan karakter umat Islam atau “Perempuan Berkalung Surban” yang menggambarkan pesantren dan budayanya. Dua film ini mengundang polemik di masyarakat karena simbol-simbol yang dikomunikasikan dianggap terlalu kasar.

Film yang diprediksi menjadi salah satu film box office Indonesia 2016 ini memiliki genre drama yang komplit. Film dibumbui drama, kepahlawanan, nasionalisme, romantisme, sosial, dan religius. Meski demikian, bukan berarti film ini tanpa cacat. Hanung Bramantyo dan kawan-kawan kurang mempersiapkan wardrob secara detail sehingga menggangu suasana yang telah dibangun. Misalnya, model mukena terpisah (two pieces) dan berwarna-warni yang dipakai ibu dan saudara perempuan Habibe waktu kecil. Padahal model mukena zaman dulu sebagian besar adalah terusan (one piece) dan hampir semuanya berwarna putih. Mungkin ini bagian sangat kecil dari persiapan besar untuk sebuah film unggulan seperti Rudy Habibie. Tapi mesti perlu mendapat perhatian agar film ini menjadi lebih sempurna.

Overall, film Rudy Habibie tidak saja sangat inspiratif, tetapi juga mengajarkan toleransi, nasionalisme, perjuangan, cinta, dan iman.

Sekalipun saya tidak yakin film ini bakal menembus 10 juta penonton sebagaimana harapan produser dan kru film, tapi saya tetap yakin bahwa film ini akan mengikuti kesuksesan skuel Ada Apa dengan Cinta tahun ini.. Selamat menonton!

 
 
 
Skip to toolbar