Saat ini, teknologi komunikasi dan media semakin canggih dan perkembangannya sangat cepat. Khususnya, teknologi smartphone. Hal ini membuat kita tidak bisa duduk diam tetapi harus segera beradaptasi. Penyesuaian ini penting bukan untuk persoalan gagah-gagahan atau menaikkan citra – sekalipun smartphone telah menjelma menjadi fashion dan gaya hidup sehingga berimplikasi pada citra – tetapi untuk sebuah pemahaman komunikasi antarmanusia dan tentu saja untuk memudahkan setiap pola perilaku kita, termasuk kepada Tuhan (baca: ibadah).
Bulan puasa (Ramadhan) merupakan lumbung ibadah bagi umat Islam. Di bulan ini setiap ibadah dilipatkangandakan pahalanya. Bahkan tidur saja diganjar pahala. Karena itu, sebisa mungkin kita melaksanakan ibadah di mana saja. Hadirnya smartphone ini tentu sangat membantu kita untuk melaksanakan ibadah dengan mudah. Misalnya, jika biasanya kita mengaji dengan menggunakan mushaf alquran,maka dengan perkembangan teknologi seperti sekarang, di mana pun kita bisa mengaji tanpa harus menenteng mushaf. Kita cukup membawa smartphone yang mampu mengemas 30 juz alquran sehingga kesempatan untuk beribadah lebih mudah, dalam keadaan apapun dan di tempat mana pun.
Namun, apakah kemudahan teknologi ini in line dengan meningkatknya ibadah kita, khususnya di bulan puasa? Ternyata tidak juga. Karena dari dulu sampai sekarang, toh kita juga tidak bisa menambah jumlah khatam al quran setiap bulan puasa. Padahal, mestinya kita sangat mudah untuk meningkatkan jumlah itu. Karena kesempatan untuk mengaji jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Bahkan sebagian dari kita justru jumlah khatamnya semakin menurun. Demikian juga kemudahan dalam mendengar taushiyah melalui smartphone. Jika dulu kita hanya berkesempatan datang ke masjid atau menonton televisi, maka sekarang kita tinggal klik dan memilih taushiyah apa yang ingin kita simak dan siapa ustadznya. Ini juga tidak serta merta membuat kita rutin mengaji (menyimak) pengajian dari para kiyai atau ustadz.
Teknologi sebagai ilmu pengetahuan sejatinya adalah untuk memudahkan pekerjaan manusia. Termasuk teknologi komunikasi dan media. Namun manusialah yang menentukan apakah teknologi itu bisa dimanfaatkan dengan baik atau tidak. Penyesuaian terhadap teknologi mestinya harus dibarengi dengan pemahaman terhadap agama secara mendalam. Kiranya, pesan Albert Einstein saat ini masih sangat relevan untuk direnungkan, “Religion without science is blind. Science without religion is paralyzed” (Agama tanpa ilmu adalah buta, Ilmu tanpa agama adalah lumpuh).