Beberapa waktu lalu, saya mencari makan siang di luar kantor bersama teman saya, Thomas Hanandry Dewanto serta dua mahasiswa saya Agung Dwi Kurnianto dan Darwan Satryadanto di kawasan Semolo Surabaya. Di kawasan ini banyak didirikan perumahan elite. Kami berempat merasa takjub dan terkesima dengan bangunan-bangunan megah yang berarsitektur sangat indah itu.
Thomas, demikian teman saya itu biasa disapa, tampak menguasai informasi tentang kawasan tersebut. Bahkan dia menguasai informasi tentang seluk beluk perumahan elite itu. Mulai dari rumah mana yang paling megah, rumah mana yang menggunakan asitektur bagus, bahan-bahan apa yang digunakan, hingga perkiraan harga-harga rumah. Sehingga saya dan dua mahasiswa saya, yang saat itu berada dalam satu mobil, merasa seperti ditemani seorang guide berpengalaman. Kami bertiga manggut-manggut karena apa yang dikatakan Thomas benar sesuai dengan apa yang kami lihat. Sampai akhirnya, Thomas mengatakan bahwa ada sebuah bangunan bawah tanah di dekat pos satpam. Sebuah informasi yang sebenarnya sulit dinalar. Tetapi kami toh percaya dan geleng-geleng kepala dengan apa yang dikatakan oleh Thomas, meski sebenarnya dia sengaja bercanda dan tidak mengatakan hal yang sebenarnya.
Fenomena Thomas dan penguasaan informasi yang dia kuasai tentang perumahan tersebut adalah sebuah fenomena komunikasi yang cukup menarik. Dalam ilmu komunikasi, penguasaan informasi seperti ini disebut informational power. Bahwa kekuasaan berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh seroang komunikator. Di sinilah akan tumbuh kredibilitas pada diri komunikator. Sehingga apapun yang dikomunikasikan komunikator akan dipercaya.
Kredibilitas ini semakin diteguhkan ketika seorang komunikator menguasai budaya atau tempat dia berbicara, termasuk siapa yang diajak bicara. Sehingga dia bisa memahami apakah bahasa yang disampaikan sesuai atau tidak serta menarik atau tidak bagi pendengar (komunikan).
Persoalan komunikasi inilah yang banyak tidak dikuasai oleh para politisi yang ingin merebut suaranya di masyarakat. Padahal dengan menguasai informasi dan memahami budaya/masyarakat/tempat tertentu, para politisi tinggal mengemas komunikasi dengan mudah. Sehingga akan tumbuh kredibilitas di mata masyarakat tanpa harus berbicara dengan uang dan iming-iming jabatan.
Sebagaimana Thomas yang mampu menguasai, mengendalikan, bahkan “menghipnotis” kami, sekalipun pada akhirnya dia sengaja bercanda dan berbohong pada kami.
diah
June 12, 2012 at 12:13 pm
hehehe….bagus tulisannya, Pak. Sudah membuat saya juga serius membaca..meski akhirnya harus tersenyum…
bahruddin
June 16, 2012 at 7:37 am
Syukurlah akhirnya bisa tersenyum bu… Jadi takut saya..:)
big titties
April 10, 2016 at 5:39 am
Thanks for the blog post.Really looking forward to read more. Awesome.
school of applied science
October 11, 2016 at 5:23 pm
title and its contents are not unexpected. Very interesting to read and I enjoy it