tea's corner

live and life
Bersih lingkungan

Bersih lingkungan

Sebuah milestone kembali dibuat, dengan semangat “kebersihan adalah bagian dari iman”, warga STIKOM Surabaya bergotong-royong bersih-bersih lingkungan didalam STIKOM Surabaya. Semua mengerjakan perannya masing-masing dengan suka cita, bersungguh-sungguh demi mewujudkan STIKOM Surabaya yang bersih dan nyaman.

Acara dimulai pukul 5.30 pagi. Area dibagi menjadi 7 area untuk 7 kelompok yang harus diselesaikan pukul 7 pagi. Triple7, semoga tidak hanya tertulis, tetapi juga memiliki pemaknaan tersendiri. Oh iya, acara ini rutin lho…

Sepertinya kerja jadi komentator itu menyenangkan ya. Tapi ada bedanya lho, antara komentator sepak bola dengan komentator status (Pesbuk contohnya). Satu yang paling menonjol, kalo di Pesbuk, orang sibuk mengomentari sekehendak hatinya, ya memang sih kebanyakan mengungkapkan perasaan. Sedangkan komentator bola, pasti berbicara dulu tentang sejarah tim, diikuti dengan model-model strategi untuk kemudian dilakukan analisis terhadap kemungkinan kemenangan atau kekalahan (ujung2nya juga, peramalan).

Koq jadi ngomongin komentator ya!
OK, bila dibandingkan dengan software, banyak juga orang yang bilang (padahal bukan software expert)… “softwaremu gak bermutu!”, “aplikasi apa ini perhitungan saja bisa sampai minus?”, dan lain sebagainya yang sepertinya mencemooh (sudah karakter kali ya). Padahal mereka yang bilang seperti itu, (memang kecil tapi) ada kemungkinan adalah mereka yang tidak memahami konsep kualitas (kembali lagi, sudah karakter juga sepertinya).

kualitas

gambar diambil dari http://devcogen.com/

Definisi
Secara umum, barang yang berkualitas adalah barang yang berkonotasi mewah, berkelas, mahal, kompleks. Professional mendefinisikan kualitas sebagai “comformance to quality” dan “fitness for use” (Crosby, 1979).

Comformance to quality, berarti kebutuhan (requirement) harus didefinisikan dengan tepat dan jelas sehingga tidak ada kesalahpahaman. Comformance dinilai dalam bentuk defect (cacat) rate dan reliability. Sedangkan fitness for use mengutamakan kebutuhan dan harapan customer, yang melibatkan apakah produk tersebut cocok dengan mereka.

IEEE (IEEE, 1990) mendefinisikan kualitas sebagai “the degree to which a system, component or process meets customer or user needs or expectations”.

Total Quality Management (TQM)

Merupakan pendekatan manajemen terhadap peningkatan kualitas . Secara umum, TQM merupakan tujuan jangka panjang dalam mencapai tingkatan kesuksesan dengan cara mengkorelasikan antara kualitas dengan kepuasan customer. Penerapan TQM menghasilkan berbagai model kualitas, seperti Total Quality Control (Hewlett-Packard), Six Sigma (Motorola), Market Driven Quality (IBM AS/400). Framework lain yang dibangun berdasar TQM, antara lain Plan-Do-Check-Act (PDCA) (Deming, 1986), Quality Improvement Paradigm (Basili, 1985), Capability Maturity Model (CMM) (Humphrey, 1989) , dan Lean Enterprise Management (LEM) (Womack, 1990).

Pengukuran kualitas perangkat lunak
Pengukuran perangkat lunak dibagi menjadi 3 yaitu (1) pengukuran produk seperti ukuran, kompleksitas, performa; (2) pengukuran proses digunakan untuk peningkatan development dan maintenance; dan (3) pengukuran proyek yang lebih difokuskan pada karakteristik dan eksekusi proyek. Pengukuran kualitas perangkat lunak merupakan bagian dari pengukuran perangkat lunak yang lebih fokus pada produk dan proses. Pengukuran kualitas, idealnya dilihat pada seluruh bagian dalam perspektif software development life cycle (SDLC). Sehingga, bukan tidak mungkin untuk mencapai maintenance (pemeliharaan) yang baik juga diperlukan kualitas perangkat lunak yang baik.

CMMI memberikan sebuah definisi bahwa kualitas dan performa meliputi requirement untuk kualitas perangkat lunak, kualitas service, dan performa proses. Pembangunan requirement mendeskripsikan tiga tipe requirement yaitu (1) customer requirements (quality in use), product requirements (external quality attributes), dan (3) product-component requirements (internal quality attributes). Sehingga dapat dipastikan bahwa pembangunan requirement secara eksplisit menentukan kualitas perangkat lunak. Standarisasi kualitas secara internasional diatur dalam dokumen ISO/IEC 9126. Tujuan utama standarisasi ini adalah memperjelas persepsi dalam pengembangan perangkat lunak, khususnya pada definisi “sukses”.

Referensi:

  1. Kan, Stephen H..2002. Metric and Models in Software Quality Engineering, 2nd Edition. Indianapolis. Addison Wesley.
  2. Wikipedia. ISO/IEC 9126. http://en.wikipedia.org/wiki/ISO/IEC_9126. diakses tanggal 1 September 2010

Komunikasi

299 comments

Melihat sejarah komunikasi, kita kembali ke 200ribu tahun silam, ke saat-saat dimana komunikasi paling sederhana yaitu bicara. Manusia menemukan simbol  30ribu tahun silam diikuti dengan tulisan sejak 7ribu tahun silam.

Dengan bicara, dipastikan bahwa manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Bicara secara umum memfasilitasi transmisi informasi dan pengetahuan. Dengan berbicara, koordinasi dan kooperasi menjadi lebih mudah, bahkan ditingkatan konsep seperti agama dan keilmuan. Namun, bicara mempunyai beberapa kekurangan. Jarak tempuh suara manusia tidak begitu jauh, dan kemampuan otak manusia, dalam menyimpan data, yang tidak begitu lama.

Dengan kekurangan itu, manusia mencoba mencari cara untuk memudahkan penyebaran ide dan informasi serta dalam usaha untuk meningkatkan umur informasi. Karena itulah manusia membuat simbol-simbol yang dapat dikomunikasikan sesuai dengan ketentuan bersama. Sehingga, simbol ini hanya bisa dibaca oleh mereka yang terikat ketentuan tersebut.

Dalam dunia modern, semua hal terkait dengan hal lain. Untuk itu manusia menemukan teknik menulis. Sama seperti symbol, hanya saja lebih advanced, dengan representasi berupa huruf dan secara internasional diakui maka menulis menjadi sebuah metode komunikasi yang dapat diterima secara luas oleh masyarakat. Namun tetap, dalam menulis dibutuhkan pengetahuan terhadap bahasa yang dipakai dalam menyampaikan informasi. Contohnya, informasi yang tertulis dalam bahasa inggris akan sulit dipahami oleh mereka yang tidak mempunyai pengetahuan tentang bahasa inggris (apalagi tidak pernah mengenal).

Kalau diambil kesimpulan dari sejarah komunikasi, ternyata komunikasi itu hanyalah penyampaian informasi (bukan data, apalagi hanya sebatas teks, namun lebih kearah konteks). Dan bisa dilihat bahwa diperlukan sumber informasi (komunikator) dan penerima (komunikan). Jadi gambarannya adalah seperti dibawah ini.

Bentuk dasar komunikasi

Bentuk dasar komunikasi

Ketika penyampaian informasi, pasti ada maksud atau tujuan tertentu, dan harus diperhitungkan dampak baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Misalnya ketika menyampaikan informasi tentang kenakalan remaja, dampak yang dihindari adalah persepsi komunikan bahwa kenakalan remaja adalah hal yang lumrah.

Penyampaian informasi tidak lepas dari alat bantu komunikasi dalam bentuk auditorial maupun non-verbal. Pernah lihat tidak ketika lampu merah, baru saja hijau menyala eh bagian paling belakang udah klakson-klakson… secara tidak langsung itu pun juga komunikasi melalui alat bantu berupa klakson. Bisa diartikan hal itu adalah mengingatkan atau amarah. Jika komunikan tidak dapat menerima hal itu secara positif, bisa-bisa saling adu klakson. Rame dah kayak taon baru.

Menurut Albert Mehrabian, ada 3 elemen dalam komunikasi agar informasi dapat diterima seluruhnya oleh komunikan. Elemen ini sering disebut sebagai aturan 7-38-55 atau 3V, yaitu :

  1. Verbal mempunyai besaran 7%.
    Artinya bahwa dengan berbicara, informasi yang diterima hanyalah 7%.
  2. Voice mempuyai besaran 38%.
    Jika gaya bicara diikuti dengan intonasi (penekanan), komunikan mampu menyerap 7+38 = 45% informasi.
  3. Visual mempunyai besaran 55%.
    Elemen visual begitu kompleks. Tidak hanya membicarakan bahasa tubuh, tetapi juga visualisasi materi perlu diperhatikan. Tidak semua komunikan mampu menerima visualisasi dari komunikator, jadi perlu dipertimbangkan tentang konsep diri dan cara penyampaian informasi.

Bercermin pada 3V, ada 3 aturan yang harus dipenuhi agar informasi dapat diterima dengan baik, yaitu :

  1. Syntactic, tentang pemilihan kata-kata. Kata-kata diusahakan tidak memilii kerancuan dan mampu diterima oleh komunikan. Jika komunikator adalah seorang professor sedangkan komunikan adalah mahasiswa, ketika sang professor mengajar menggunakan kata-kata ilmiah tingkat tinggi, hmm… bisa dipastikan mahasiswa bakal mlongo.
  2. Pragmatic, tentang hubungan antara kata-kata dengan komunikan. Sang professor idealnya harus bisa melakukan leveling pada kata dan cara dia menyampaikan informasi.
  3. Semantic, tentang pemaknaan. Kalau ngomong tanpa substansi, yang ada hanya entertain saja.

Jadi kesimpulannya, hati-hati kalau mau berbicara dengan orang lain. Pastikan apa yang ingin kita bicarakan benar-benar dapat diserap dan tidak menimbulkan ambiguitas dalam pemaknaannya. Apalagi menimbulkan pesan jelek, wah bisa-bisa kontak fisik.

Salam,
TEA

Pembekalan COASS

Pembekalan COASS

Menjadi pengajar adalah sebuah existensi, sebuah pengakuan diri.
Dibalik existensi, harus dipahami juga tentang esensi sebagai pengajar. Labkom Innovation Center, sebagai UPT kegiatan praktikum STIKOM Surabaya, memberikan pembekalan kepada para coass (pengajar praktikum) agar lebih memahami esensinya sebagai pengajar. Pembekalan dijadwalkan hari ini, Senin, 30 Agustus 2010, mulai pukul 10.30 sampai dengan pukul 16.00. Ada 5 sesi dalam pembekalan ini yang dibagi sesuai dengan materi yang disampaikan.

  1. Teori dasar komunikasi, disampaikan oleh Tegar Heru Susilo.
    Membahas mengenai sejarah komunikasi, komponen sampai dengan berbagai teori komunikasi termasuk didalamnya adalah komunikasi interpersonal dan komunikasi persuasif.
  2. Teori belajar dan motivasi, disampaikan oleh Kurniawan Jatmika.
    Membahas tentang konsep belajar, perspektif (behaviouristik, kognitivistik, dan konstruktivistik), teori belajar humanistik, teori dasar motivasi, motivasi intrinsik dan ekstrisik, serta bagaimana memotivasi orang lain.
  3. Teori dasar mengajar, disampaikan oleh Erwin Sutomo.
  4. Metode pembelajaran, disampaikan oleh Yoppy Mirza Maulana.
    Pengenalan berbagai metode dalam pembelajaran, mulai dari model konvensional (ceramah, tanya jawab, dan pelatihan), pembelajaran inkuiri, sampai dengan pembelajaran kontekstual.
  5. Monitoring dan evaluasi, disampaikan oleh Ayuningtyas.

Antusiasme peserta pelatihan sangat tinggi sekali. Terbukti dari keaktifan peserta dalam memberikan komentar, pertanyaan dan bahkan mencoba secara langsung (praktek) materi yang diberikan. Pembekalan ini merupakan sebuah milestone sebagai upaya dalam meningkatkan kepuasan pengajar, kinerja, serta dalam membentuk sebuah lingkungan akademis.

Salam,
TEA

Silaturahmi DOSEN

Silaturahmi DOSEN

Ah, indahnya silaturahim [ sempat menjadi guyonan karena silaturahmi berbeda dengan silaturahim ]. Sebuah perjumpaan yang diikuti oleh rasa kasih dan sayang. Sebagai sebuah ajang untuk lebih mengakrabkan diri bersama komunitas. Silaturahim hari ini (27/08/2010) merupakan sebuah milestone diawalinya semester 101 STIKOM Surabaya untuk kalender akademik 2010/2011.

Dengan mengangkat tema ‘Beragama dengan Religiusitas” [ semoga tidak salah 🙂 ], Bpk. Syaiful Anam (Purek III IAIN) memberikan penguatan bahwa peran sebagai dosen/guru adalah amanah. Namanya amanah, kalau tidak dikerjakan sebaik-baiknya (profesional), bisa dikatakan sebuah khianat. Menarik juga, jadi teringat pesan bapak Ketua, hidup ini tidak hanya existensi, tetapi juga esensi. Bolehlah kita bangga sebagai dosen, sebagai manajer, sebagai pimpinan, apapun lah itu, tetap kita harus tahu esensi dari peran kita. Dalam  proses pembelajaran, evaluasi dan monitoring menjadi salah satu bagian terpenting. Jadi tidak ada yang perlu dipermasalahkan tentang hal itu.

Ditambahkan oleh bapak Ketua, Dr. Y Jangkung Karyantoro MBA, dalam kehidupan berorganisasi dan sebagai bagian dari organisasi sangat perlu bagi kita untuk melihat visi organisasi. Dari visi inilah, masing-masing individu melandasi setiap kegiatannya. Bayangkan jika masing-masing individu mempunyai visi masing-masing dan mengesampingkan visi organisasi. Sempat diberi sebuah contoh seorang siswa Korsel yang bertanya kepada seorang dosen yang sedang melakukan studi lanjut, kapan Indonesia menjadi negara maju? Bisa dibayangkan, ketika apa yang selama ini kita terima ternyata tidak ada satupun yang tertulis “VISI INDONESIA”, apalagi timeframe?

Salam,
TEA

Skip to toolbar