Konyol rasanya kalo sekarang bisnis tidak memperhatikan konsumen. Konsumen lebih pintar untuk memilih, selama ada produk substitusi. Bisnis itu punya tujuan yang tidak hanya profit (kalo lembaga non-profit?), tetapi lebih universal, mereka ingin tetap tumbuh dan berkembang, terlebih lagi adalah sustainable. Demi tujuan ini, segala resource perusahaan diorganisir dan diarahkan demi esensi dari bisnis itu sendiri.
Nah, dalam bisnis ada sebuah konsep yang menyelaraskan antara Supplier – Input – Proses – Output – Customer. Salah satu dari kelimanya, terkendala, akan berakibat keseluruhan sistem bisnis tidak dapat berjalan dengan baik. Seperti yang sudah saya tuliskan pada artikel saya tentang kepuasan pelanggan, konsumen punya ekspektasi yang berakibat pada pleasure atau disappointment. Demi kepuasan ini, bisnis (dalam hal ini organisasi/perusahaan) secara berkala melakukan auditing terhadap proses-proses bisnisnya.
Pasti PAS, sesuai dengan yang mereka tulis dalam official site-nya, merupakan sebuah best practice yang digunakan oleh Pertamina yang diklaim setara dengan standar pelayanan kelas dunia. Konsumen dapat mengharapkan kualitas dan kuantitas BBM yang terjamin, pelayanan yang ramah dan fasilitas yang nyaman. Hal ini dikuatkan dengan adanya sertifikat Pasti PAS pada SPBU-SPBU Pertamina, dan sertifikat ini dikeluarkan oleh badan audit independen internasional Bureau Veritas, serta dimonitor secara berkala (ada iklannya lho).
Bukan tidak mungkin hal ini terjadi, karena sudah banyak SPBU yang mempunyai sertifikat ini. Tapi, menyandang sertifikat bukanlah sebuah kebanggaan belaka, karena ada esensi penting, tanggung jawab terhadap sertifikat tersebut. Dan inilah asiknya di Indonesia, masyarakat lebih kental dengan yang namanya butterfly effect. Jika 1 jelek, maka semua jadi jelek. Tantangan yang sangat luar biasa bagi Pertamina dan Pasti PAS-nya.
Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, semua resource perusahaan diorganisir dan diarahkan demi tujuan bisnis perusahaan. Dengan adanya Pasti PAS, Pertamina mulai melakukan pembenahan dalam kebijakan dan proses pelayanan terhadap konsumennya. Namun, resource tidak hanya pada kebijakan dan proses, tetapi juga PEOPLE yang menjalankan proses tersebut.
Pernah suatu saat, saya mencoba untuk membeli BBM di SPBU Pasti PAS dekat rumah. Kendaraan yang saya pakai adalah Honda Supra X 125 PGMFI yang (kata mas teknisi honda) akan lebih baik jika diisi dengan PERTAMAX atau diatasnya. Mulai dari pintu masuk, sudah disuguhi PREMIUM HABIS. Katanya Pasti PAS!! Karena saya butuh PERTAMAX, saya tetap masuk dan berhenti, eh koq mas penjaga SPBU-nya tidak ada ya. Dan lagi, dari kejauhan mereka hanya melambaikan tangan (tanda PREMIUM HABIS). Katanya RAMAH!! koq saya tidak ditanyai mau beli jenis BBM yang mana? Akhirnya saya dilayani juga setelah berteriak PERTAMAX. Ndelalah, tidak ada senyum apalagi permintaan maaf.
For me, the most important thing in that morning was i am not late for work because of my PGMFI is running out of gas.
Beberapa rekan menyarankan untuk ke Shell dan mencoba pelayanan disana. Belum coba sih, menunggu saat yang tepat saja. Sepertinya menarik juga ketika membandingkan bagaimana standar pelayanan perusahaan Indonesia dengan perusahaan asing. Jangan-jangan hanya diiklan saja standar itu digembor-gemborkan, implementasi tetap saja… kurang.
Salam hangat,
Tegar