Monthly Archives: December 2010
Tugas Uas – Persamaan Differential
Tugas Latihan UAs dapat di download di SINI
dikumpulkan softcopy di tulis di word dan dikirimkan di email fxarainbow@gmail.com
tanggal pengumpulan 23 desember 2010, sebelum jam 20.00 wib
selamat Mengerjakan dan Selamat Natal 🙂
bahan UAs :
- Dasar-dasar matrik
- Eliminasi Gaus
- Eliminasi Gaus-Jordan
- Sistem Persamaan
- Regresi Linear
Perlu orang “gila” membangun Indonesia!!!!
Email dari Teman-teman di STIKOM Surabaya INdonesia Hebat sekali..... ---------------------------- Original Message ---------------------------- Subject: [sola-scriptura] Perlu orang "gila" membangun Indonesia!!!! From: "Bob Jokiman" <bjokiman@yahoo.com> Date: Tue, December 7, 2010 11:48 pm -------------------------------------------------------------------------- Salam dari Jayapura! Kami bertiga baru saja keluar dari pedalaman Tolikara menyaksikan Olimpiade Astronomi se Asia-Pacific. Hasilnya? Pelajar2 Indonesia menduduki urutan ke-2 dari 9 negara, dengan perolehan 1 medali emas, 2 perak dan 4 perunggu. Korea Selatan di urutan pertama dengan 2 emas. Indonesia berada diatas China, Rusia, Kazakshtan, Kyrgistan, Nepal, Cambodia, dan Bangladesh. Lebih mengejutkan lagi, 3 medali perunggu Indonesia di raih oleh pelajar asal Tolikara, kabupaten terpencil di Tolikara, yang selama ini mengalami keterbelakangan pendidikan dan SDM. Dari Tolikara, Indonesia belajar! Kisahnya dimulai dengan seorang "gila" bernama Yohanes Surya, pendiri Surya Institute dan salah satu aktivis olimpiade science dunia, yang telah sukses mempromosikan banyak anak Indonesia ke ajang olimpiade science dunia, memprakarsai dilaksanakannya Olimpiade Astronomi Asia Pacific (APAO) di Indonesia. Program ini ditawarkan ke berbagai pemda di Indonesia, namun tidak ada yang tertarik. Hingga suatu hari ... Yohanes Surya John Tabo, simak juga di: http://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=aneka&id=2318&halaman=88 Yohanes Surya ketemu dengan seorang "gila" lainnya bernama John Tabo, orang Papua, Bupati Tolikara, pegunungan tengah Papua, kabupaten baru yang terisolir dan hanya bisa dicapai dengan naik pesawat kecil dari Jayapura ke Wamena disambung berkendaraan off-road selama 4 jam, daerah dimana laki-laki tanpa celana dan perempuan tanpa penutup dada, ditemukan dimana-mana. John Tabo, tanpa diduga, bersedia menjadi sponsor pelaksanaan APAO di Indonesia, selain menjadi tuan rumah, dia juga mendanai seluruh biaya persiapan tim olimpiade Indonesia yang datang dari berbagai daerah di Indonesia termasuk dari Papua, selama 1 tahun. John Tabo membangun tempat khusus (hotel) untuk menjadi venue olimpiade ini. Orang yang berfikir normal pasti bilang, untuk apa John gila ini urusin Olimpiade astronomi seperti ini? bukankah masih banyak persoalan internal kabupaten yang harus dia selesaikan? mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan berbagai infrastruktur dasar? Cari kerjaan dan masalah saja! John Tabo melakukan terobosan "gila". Dana diambil dari APBD, mau dari mana lagi? Dia tidak takut BPK atau BPKP yang akan menilainya salah prosedur. Untuk John Tabo, membangun adalah untuk rakyat, jangan dibatasi oleh hal-hal administratif. Yang penting misi dia untuk membangun SDM Tolikara yang mendunia dapat tercapai, dan itu "breakthrough" untuk mengatasi kemiskinan Tolikara, tidak perlu menunggu sampai infrastruktur jalan akses terbuka. Dikumpulkanlah 15 anak Indonesia sejak februari 2010 di Karawaci untuk, kesemuanya "gila". 8 dari 15 anak tersebut direkrut dari SMP/SMU Tolikara, yang semuanya memiliki kemampuan matematika yang rendah, menyelesaikan soal matematika tingkat kelas 4 SD saja tidak mampu. Bahkan ada yang namanya Eko, ketika ditanya 1/5 + 1/2, langsung dijawab 1/7! Seorang anak dari Kalimantan Tengah, malah tidak diijinkan kepala sekolah dan gurunya untuk mengikuti persiapan olimpiade ini. Guru-gurunya mengatakan bahwa apa yang akan dia ikuti itu sia-sia saja. Dia melawan ini dan lari dari sekolah! Ke-15 anak ini dilatih oleh pelatih2 "gila", yang tidak bosan dan kesal melatih anak-anak ini. Dalam 10 bulan ke-8 anak Tolikara ini mampu mengerjakan problem matematika paling sulit yang diajarkan pada tingkat terakhir SMA atau tingkat awal universitas. Pendekatan mengajarnya juga "gila". Astronomi adalah kumpulan dari berbagai ilmu science: matematika, fisika, kimia dan biologi menjadi satu mempelajari fenomena jagad raya. Ini juga ilmu gila. Bayangkan seorang anak seperti Eko dari pedalaman Tolikara dapat menjadi salah seorang anak terpandai dibidang astronomi didunia hanya dalam waktu 10 bulan??!! Urusan ijin ternyata juga "gila-gilaan" . Ternyata even APAO ini tidak diakui oleh Kemdiknas. Akibatnya, untuk mendatangkan peserta luar negeri, tidaklah mungkin mendapatkan fasilitas visa dari negara. Pake prosedur normal ijin dari Pemerintah cq Mendiknas tidak keluar. Entah gimana ceritanya ... Surya Institute akhirnya bertemu dengan seorang "gila" dari UKP4. Orang inilah yang mengetok Menteri Diknas, sehingga kemdiknas mau mengeluarkan ijin. Lalu orang ini memfasilitasi ijin visa disaat-saat terakhir, ketika semua sudah pasrah, bahkan orang ini mempertemukan anak-anak Indonesia dengan wakil presiden RI. Orang normal mungkin akan berfikir, apa urusannya astronomi dengan wapres??!! Lalu siorang gila dari UKP4 ini menugaskan 3 orang anggotanya yang kebetulan juga "agak gila" untuk datang menghadiri kegiatan olimpiade di Tolikara. jadilah 3 orang itu sebagai satu2nya unsur pemerintah pusat dalam even Olimpiade di Tolikara. Lalu 3 orang ini membawa-bawa nama Wakil Presiden RI dan Kepala UKP4 untuk memotivasi anak2. Dalam percakapan hati ke hati dengan 15 orang anak, semalam sebelum pengumuman, tidak kurang 7 orang anak terharu menangis, melihat begitu besarnya perhatian pemerintah RI kepada mereka, sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan dari pemerintah di Jakarta selama 10 bulan mereka di godok di Karawaci. Datang dan duduk bersama dengan mereka, ternyata lebih dari segalanya bagi anak-anak ini. Anak-anak Tolikara begitu terharu, menangis terisak, melihat ada orang Jakarta mau datang melihat mereka di Tolikara. Apa hasil dari semua kegilaan ini? Selain perolehan medali-medali diatas: 1. Indonesia dikenal lewat Tolikara! Tolikara, meskipun tidak dikenal Indonesia, namun telah membuktikan kepada dunia bahwa dari tempat yang sedikit sekali dijamah pembangunan, bisa lahir juara-juara olimpiade science, yang akan mengharumkan nama Indonesia ditingkat dunia, 2. Tolikara mulai membenahi sumber daya manusianya menuju SDM berkualitas dunia. Hasil olimpiade ini telah memotivasi semua anak Tolikara bahwa keterbatasan fisik dan fasilitas bukanlah halangan bagi anak Tolikara untuk menjadi SDM terbaik dunia. 8 anak Tolikara yang bersaing ditingkat dunia menjadi saksi hidup bahwa SDM Tolikara dapat bersaing ditingkat dunia. 3. Tolikara membuktikan bahwa mereka dapat membangun "lebih cepat" jika cara berfikir "gila" ini diterapkan. Hanya dengan cara gila seperti ini pembangunan Papua dapat dipercepat. 4. Kita perlu "A Tolikara Approach" untuk sebuah percepatan pembangunan Papua! Pesan moral dari kisah ini: jadilah orang gila untuk membangun Indonesia lebih baik! Never underestimate things! Kesempatan ke Tolikara telah memberikan pelajaran berharga bagi saya. Belajar tidak harus selalu dari tokoh dunia. Dari seorang anak SMP yang tidak pernah diperhitungkan dipelosok Tolikara, kita dapat belajar untuk berbuat yang terbaik bagi Indonesia dan dunia. Partogi Samosir Counsellor Embassy of the Republic of Indonesia Washington, D.C.
A Novel Ray Analogy for Enrolment of Ear Biometrics
A Novel Ray Analogy for Enrolment of Ear Biometrics
Cummings, A., Nixon, M. and Carter, J. (2010) A Novel Ray Analogy for Enrolment of Ear Biometrics. In: IEEE Fourth Conference on Biometrics: Theory, Applications and Systems, September 2010, Washington DC, USA .
Abstract
The ear is a maturing biometric with qualities that give it superiority over other biometrics in a number of situations; in particular the ear is relatively immune to variation due to ageing. Successful ear biometrics rely upon a well enrolled dataset, with ears normalised for position, scale and rotation. We present a novel ear enrolment technique using the image ray transform, based upon an analogy to light rays. The transform is capable of highlighting tubular structures such as the helix of the ear and spectacle frames and, by exploiting the elliptical shape of the helix, can be used as the basis of a method for enrolment for ear biometrics. The presented technique achieves 99.6% success at enrolment across 252 images of the XM2VTS database, displaying a resistance to confusion with hair and spectacles. These results show great potential for enhancing many other already existing enrolment methods through use of the image ray transform at a preprocessing stage.
Source : http://eprints.ecs.soton.ac.uk/21546/
Ulasannya dalam bahasa indonesia
Para ilmuwan yang bekerja pada biometrik di Universitas Southampton telah menemukan cara untuk mengidentifikasi telinga dengan tingkat keberhasilan mencapai hampir 100 persen.
Dalam sebuah makalah yang berjudul A Novel Ray Analogy for Enrolment of Ear Biometrics, baru saja dipresentasikan pada Konferensi Biometrik Internasional Keempat IEEE: Teori, Aplikasi dan Sistem. Dalam makalah tersebut, para ilmuwan dari Universitas Sekolah Elektronik dan Ilmu Komputer (ECS) mendeskripsikan bagaimana teknik yang disebut transformasi sinar gambar dapat menyoroti struktur tubular seperti telinga, sehingga membuatnya dimungkinkan untuk diidentifikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Mark Nixon, Dr John Carter dan Alastair Cummings di ECS, menjelaskan bagaimana transformasi ini mampu menyoroti struktur tubular seperti:
* Helix telinga dan bingkai kacamata dan, dengan memanfaatkan
* bentuk elips dari helix, bisa digunakan sebagai dasar metode
* untuk pendaftaran bagi biometrik telinga.
Profesor Nixon, salah satu peneliti Inggris yang paling awal dalam bidang ini, pertama membuktikan terlebih dahulu bahwa telinga merupakan biometrik yang layak pada tahun 1999.
Pada poin tersebut, ia mengatakan bahwa telinga memiliki keuntungan tertentu terhadap kemapanan biometrik karena memiliki struktur yang kaya dan bentuk yang tetap stabil dari lahir hingga usia tua, ini bukan dimaksudkan pada perubahan ukuran telinga seiring pertumbuhannya. Telinga juga tidak menyebabkan perubahan ekspresi wajah dan berada pada posisi tegas di tengah sisi kepala dengan latar belakang yang bisa diprediksi, tidak seperti pengenalan wajah yang biasanya memerlukan kaptur wajah dengan latar belakang yang dikendalikan.
Namun, fakta bahwa telinga dapat tertutupi oleh rambut, membawa Profesor Nixon dan timnya meneliti kegunaan telinga sebagai suatu biometrik lebih lanjut dan menghadirkannya bersama algoritma baru agar memungkinkan pengidentifikasian dan pengisolasian telinga dari kepala.
Teknik yang disajikan oleh para ilmuwan mencapai kesuksesan 99,6% dalam mengidentifikasi daftar sebanyak 252 gambar dari database XM2VTS, menampilkan resistensi terhadap kebingungan yang disebabkan oleh rambut dan kacamata. Hasil ini menunjukkan potensi besar untuk meningkatkan deteksi fitur struktural.
“Pengenalan fitur merupakan salah satu tantangan terbesar dalam visi komputer,” kata Alastair Cummings, mahasiswa PhD untuk penelitian. “Teknik transformasi sinar mungkin cocok juga digunakan pada biometrik gaya berjalan, sebagaimana kaki bertindak sebagai fitur tubular di mana transformasi mahir dalam mengekstrasinya. Transformasi juga dapat diperluas dengan bekerja pada gambar 3D, baik spasial maupun spatio-temporal, untuk biometrik 3D atau objek pelacakan. Ini merupakan teknik pra-pemrosesan yang umum dalam mengekstraksi fitur gambar komputer, suatu teknologi yang masa kini telah merambahi manufaktur, pengawasan dan aplikasi medis.”
Salinan makalah A Novel Ray Analogy for Enrolment of Ear Biometrics bisa diakses di: http://eprints.ecs.soton.ac.uk/21546/
Catatan: Artikel ini tidak dimaksudkan untuk memberikan nasihat medis, diagnosis atau perawatan.
Sumber: sciencedaily.com