Oleh:
Julianto Lemantara
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Surabaya
1. Pendahuluan
Sistem pakar merupakan salah satu bagian dari kecerdasan buatan yang akhir – akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sistem ini dirancang untuk menirukan keahlian seorang pakar dalam menjawab pertanyaan dan menyelesaikan suatu permasalahan baik di bidang kesehatan atau kedokteran, bisnis, ekonomi dan sebagainya. Sistem pakar merupakan program komputer yang mampu menyimpan pengetahuan dan kaidah seorang pakar yang khusus. Sistem pakar sangat membantu untuk pengambilan keputusan, dimana sistem pakar ini dapat mengumpulkan dan menyimpan pengetahuan dari seseorang atau beberapa orang pakar dalam suatu basis pengetahuan (knowledge base) dan menggunakan sistem penalaran yang menyerupai seorang pakar dalam memecahkan masalah. Jadi, sistem pakar ini dapat memecahkan suatu masalah tertentu karena sudah menyimpan pengetahuan secara keseluruhan (Naser dan Zaiter, 2008).
(Daniel dan Virginia, 2010) menyebutkan bahwa salah satu masalah di dalam dunia medis atau kedokteran adalah adanya ketidakseimbangan antara pasien dan dokter. Selain itu, sebagian besar dari masyarakat tidak terlatih secara medis sehingga apabila mengalami gejala penyakit yang diderita belum tentu dapat memahami cara-cara penanggulangannya. Sangat disayangkan apabila gejala-gejala yang sebenarnya dapat ditangani lebih awal menjadi penyakit yang lebih serius akibat kurangnya pengetahuan. Pengetahuan sebenarnya dapat diperoleh dari buku-buku atau situs-situs internet yang membahas tentang kesehatan. Akan tetapi, untuk mempelajari hal tersebut tidaklah mudah karena selain memerlukan waktu yang cukup lama untuk memahaminya, sumber-sumber tersebut juga belum tentu dapat mendiagnosis jenis penyakit seperti yang dilakukan oleh seorang dokter.
Oleh karena itu, di dunia kedokteran, sudah banyak bermunculan aplikasi sistem pakar. Sistem pakar ini mampu mendiagnosis berbagai jenis penyakit pada manusia, baik penyakit mata, THT (telinga, hidung, tenggorokan), mulut, organ dalam (jantung, hati, ginjal), maupun AIDS (Hamdani, 2010). Dengan adanya sistem pakar ini, orang awam mampu mendeteksi adanya penyakit pada dirinya berdasarkan gejala-gejala yang dirasakan oleh orang tersebut dengan menjawab pertanyaan pada aplikasi seperti halnya konsultasi ke dokter. Dengan demikian, orang awam dapat mendeteksi penyakit beserta solusi pengobatannya sejak dini sehingga bisa dilakukan penanganan segera, bahkan dapat dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu (Kumar dan Prava, 2010). Jadi, dengan pengembangan sistem pakar, diharapkan bahwa orang awam pun dapat menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang sebenarnya hanya dapat diselesaikan dengan bantuan para ahli (Handayani dan Sutikno, 2008).
Untuk paper ini, jenis penyakit yang didiagnosis oleh sistem pakar adalah jenis penyakit mata. Organ mata dipilih karena mata merupakan panca indera yang sangat penting untuk penglihatan. Menurut Hamdani (2010), dengan mata dapat melihat secara normal, manusia dapat menikmati keindahan alam dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan baik. Dengan mata, manusia dapat belajar lebih banyak tentang pengetahuan di dunia daripada melalui panca indera yang lain (Naser dan Zaiter, 2008). Hampir setiap kegiatan, manusia menggunakan mata, misalnya membaca, bekerja, menonton televisi, menulis, berkendara, dan lain-lain sehingga banyak orang yang setuju bahwa mata merupakan panca indera yang paling penting. Jika mata mengalami gangguan atau penyakit mata, maka akan berakibat sangat fatal bagi kehidupan manusia. Proses pembelajaran dan interaksi manusia akan terganggu. Jadi, sudah mestinya mata merupakan anggota tubuh yang perlu dijaga dalam kesehatan sehari-hari dan sudah semestinya manusia tahu sejak dini apabila terkena gejala penyakit mata tertentu sehingga tidak semakin parah dan membahayakan mata apalagi hingga terjadi kebutaan. Pada kenyataannya, banyak kasus penyakit mata dapat menimbulkan kebutaan karena terlambat ditangani (Naser dan Zaiter, 2008).
2. Landasan Teori
2.1 Proses Diagnosis Penyakit
Proses diagnosis merupakan perpaduan dari aktifitas intelektual dan manipulatif. Menurut Handayani dan Sutikno (2008), diagnosis sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penting pemberian nama dan pengklasifikasian penyakit-penyakit pasien, yang menunjukkan kemungkinan nasib pasien dan yang mengarahkan pada pengobatan tertentu. Diagnosis sebagaimana halnya dengan penelitian-penelitian ilmiah, didasarkan atas metode hipotesis. Dengan metode hipotesis ini menjadikan penyakit-penyakit begitu mudah dikenali hanya dengan suatu kesimpulan diagnostik. Diagnosis dimulai sejak permulaan wawancara medis dan berlangsung selama melakukan pemeriksaan fisik. Dari diagnosis tersebut akan diperoleh pertanyaan-pertanyaan yang terarah, perincian pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menentukan pilihan tes-tes serta pemeriksaan khusus yang akan dikerjakan. Data yang berhasil dihimpun akan dipertimbangkan dan diklasifikasikan berdasarkan keluhan-keluhan dari pasien serta hubungannya terhadap penyakit tertentu. Berdasarkan gejala-gejala serta tanda-tanda yang dialami oleh penderita, maka penegakkan diagnosis akan lebih terpusat pada bagian-bagian tubuh tertentu. Dengan demikian penyebab dari gejala-gejala dan tanda-tanda tersebut dapat diketahui dengan mudah dan akhirnya diperoleh kesimpulan awal mengenai penyakit tertentu.
2.2 Sistem Pakar
Menurut Naser dan Zaiter (2008), sistem pakar adalah suatu sistem yang memanfaatkan pengetahuan manusia yang ditangkap di sebuah komputer untuk memecahkan masalah yang biasanya membutuhkan keahlian manusia. Durkin dalam Daniel dan Virginia (2010) juga menyebutkan hal yang senada bahwa sistem pakar adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan menyelesaikan masalah seperti layaknya seorang pakar. Sistem pakar mencari dan memanfaatkan informasi yang relevan dari pengguna dan dari basis pengetahuan yang tersedia untuk membuat rekomendasi. Sistem pakar juga dapat didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan tehnik penalaran dalam memecahkan masalah yang biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam bidang tersebut. Sistem pakar memberikan nilai tambah pada teknologi untuk membantu dalam menangani era informasi yang semakin canggih (Daniel dan Virginia, 2010). Sistem pakar yang baik dirancang agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan meniru kerja dari para ahli (Prabowo dkk, 2008).
Sulistyohati dan Hidayat (2008) mengatakan bahwa konsep dasar suatu sistem pakar mengandung beberapa unsur, diantaranya adalah keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan, dan kemampuan menjelaskan. Keahlian adalah salah satu penguasaan pengetahuan di bidang tertentu dan mempunyai keinginan untuk belajar memperbaharui pengetahuan dalam bidangnya. Pengalihan keahlian adalah mengalihkan keahlian dari seorang pakar dan kemudian dialihkan lagi ke orang yang bukan ahli atau orang awam yang membutuhkan. Pengalihan keahlian ini adalah tujuan utama dari sistem pakar. Inferensi merupakan suatu rangkaian proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui atau diasumsikan. Kemampuan menjelaskan merupakan salah satu fitur yang harus dimiliki oleh sistem pakar setelah tersedia program di dalam komputer.
Tujuan pengembangan sistem pakar sebenarnya tidak untuk menggantikan peran para pakar, namun untuk mengimplementasikan pengetahuan para pakar ke dalam bentuk perangkat lunak, sehingga dapat digunakan oleh banyak orang dan tanpa biaya yang besar (Sulistyohati dan Hidayat, 2008). Selain itu, bagi para ahli, sistem pakar ini justru akan membantu aktifitasnya sebagai asisten yang sangat berpengalaman (Handayani dan Sutikno, 2008). Untuk membangun sistem yang difungsikan untuk menirukan seorang pakar manusia harus bisa melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh para pakar. Menurut Setiawan (2009), untuk membangun sistem yang seperti itu, maka dibutuhkan komponen-komponen sebagai berikut:
1. Basis pengetahuan (Knowledge base). Berisi pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, memformulasikan dan memecahkan persoalan. Bentuk basis pengetahuan yang umum digunakan ada 2, yaitu: penalaran berbasis aturan dan penalaran berbasis kasus.
2. Motor inferensi (inference engine). Ada 2 cara yang dapat dikerjakan dalam melakukan inferensi, yaitu:
a. Forward chaining merupakan grup dari multiple inferensi yang melakukan pencarian dari suatu masalah kepada solusinya. Forward chaining adalah data-driven karena inferensi dimulai dengan informasi yang tersedia dan baru konklusi diperoleh.
b. Backward chaining menggunakan pendekatan goal-driven, dimulai dari ekspektasi apa yang diinginkan terjadi (hipotesis), kemudian mencari bukti yang mendukung (atau kontradiktif) dari ekspektasi tersebut.
3. Blackboard. Merupakan area kerja memori yang disimpan sebagai database untuk deskripsi persoalan terbaru yang ditetapkan oleh data input dan digunakan juga untuk perekaman hipotesis dan keputusan sementara.
4. Subsistem akuisisi pengetahuan. Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, transfer, dan transformasi keahlian pemecahan masalah dari pakar atau sumber pengetahuan terdokumentasi ke program komputer untuk membangun atau memperluas basis pengetahuan.
5. Antarmuka pengguna (User Interface). Digunakan untuk media komunikasi antara user dan program.
6. Subsistem penjelasan. Digunakan untuk melacak respon dan memberikan penjelasan tentang kelakuan sistem pakar secara interaktif melalui pertanyaan.
7. Sistem penyaring pengetahuan.
Untuk lebih jelasnya, komponen sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Komponen Sistem Pakar 1
Sementara itu, Naser dan Zaiter (2008) menyebutkan bahwa sistem pakar itu terdiri dari 6 komponen, yaitu:
– Rule-based systems
– Knowledge-based systems
– Intelligent agent (IA)
– Database methodology
– Inference engine
– System-user interaction (User Interface)
Untuk lebih jelasnya, komponen sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Komponen Sistem Pakar 2
Dari komponen-komponen sistem pakar di atas, secara garis besar ada 3 komponen utama, yaitu: basis pengetahuan, mesin inferensi, dan antarmuka pengguna (Daniel dan Virginia, 2010).
Terkait dari salah satu komponen sistem pakar yaitu akuisisi pengetahuan, Milton, N.R dalam bukunya menegaskan terdapat tiga aspek dalam akuisisi pengetahuan (Daniel dan Virginia, 2010), yaitu :
1. Knowledge capture
Knowledge capture adalah teknik yang digunakan ketika bertemu pakar. Teknik ini terdiri dari interview techniques, modelling techniques, dan specialised techniques.
2. Knowledge analysis
Analisis pengetahuan ini merupakan proses mengidentifikasi elemen yang dibutuhkan dalam membangun basis pengetahuan. Terdapat 4 elemen penting dalam membangun basis pengetahuan, yaitu konsep, atribut, value/nilai dan relasi.
3. Knowledge modelling
Knowledge modelling yaitu menciptakan cara yang berbeda dalam mengubah dan menampilkan basis pengetahuan. Terdiri dari bagian-bagian seperti pohon (trees), matriks, map, timeline, frame dan knowledge page.
Terkait dengan komponen rule base, kaidah produksi yang biasa dikenal rule base (basis aturan) ini menjadi acuan yang sangat sering digunakan oleh sistem inferensi. Kaidah produksi ini merupakan salah satu model untuk merepresentasikan pengetahuan (knowledge base). Kaidah produksi merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang saling berhubungan satu sama lain (Fattah dan Wibowo, 2010). Kaidah produksi dituliskan dalam bentuk pernyataan IF-THEN (Jika-Maka). Pernyataan ini menghubungkan bagian premis (IF) dan bagian kesimpulan (THEN) yang dituliskan dalam bentuk :
IF [premis] THEN [konklusi]
Jadi, kaidah ini dapat dikatakan sebagai suatu implikasi yang terdiri dari dua bagian, yaitu premis dan bagian konklusi. Apabila bagian premis dipenuhi maka bagian konklusi akan bernilai benar. Bagian premis dalam aturan produksi dapat memiliki lebih dari satu proposisi. Proposisi-proposisi tersebut dihubungkan dengan menggunakan operator logika AND atau OR.
3. Metode
3.1 Alur Kerja Sistem
Pengetahuan medis dari dokter spesialis diperlukan untuk pengembangan sistem pakar. Menurut Naser dan Zaiter (2008), pengetahuan ini dikumpulkan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, latar belakang medis suatu penyakit dicatat melalui wawancara pribadi dengan dokter dan pasien. Pada tahap medua, seperangkat aturan dibuat dimana masing-masing aturan yang terkandung dalam bagian IF mempunyai gejala dan dalam bagian THEN mempunyai penyakit yang dispesifikasikan. Mesin inferensi (forward chaining) adalah algoritma pencocokkan pola yang tujuan utamanya adalah untuk mengasosiasikan fakta (data input) dengan aturan yang berlaku dari basis aturan (rule base). Dengan demikian, kesimpulan mengenai jenis penyakit dan penanganannya nantinya dapat dihasilkan oleh mesin inferensi tersebut.
3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam sistem pakar untuk mendiagnosis penyakit mata pada manusia meliputi data jenis penyakit mata dan data gejala yang menyerang penyakit mata tersebut (Hamdani, 2010).
3.3 Desain Proses
Untuk kasus diagnosis penyakit mata ini, desain proses dijelaskan menggunakan decision tree yang berhubungan dengan tabel dan sering digunakan dalam analisis sistem (sistem non AI). Sebuah decision tree dapat dianggap sebagai suatu semantic network hirarki yang diikat oleh serangkaian aturan (rule). Tree ini mirip dengan pohon keputusan yang digunakan pada teori keputusan. Tree dibentuk oleh simpul (node) yang mempresentasikan tujuan (goal) dan hubungan (link) yang dapat mempresentasikan keputusan (decision). Akar (root) dari pohon berada di sebelah kiri dan daun (leaves) berada di sebalah kanan. Keuntungan utama dari decision tree yaitu tree dapat menyederhanakan proses akuisi pengetahuan (Hamdani, 2010).
Tree yang digunakan pada masalah diagnosis penyakit mata merupakan suatu forward chaining tree. Pada forward chaining tree penelusuran informasi dilakukan secara forward (ke depan) seperti yang umumnya digunakan pada masalah-masalah diagnosis lainnya. Dari pernyakit mata yang diketahui, kemudian mencoba melakukan penelusuran ke depan untuk mencari fakta-fakta yang cocok berupa gejala-gejala penyebab penyakit mata yang bersangkutan. Pada tree tersebut dapat dilihat bagaimana suatu gejala penyakit atau kesimpulan gejala penyakit merujuk kepada suatu jenis penyakit tertentu, dan bagaimana beberapa gejala yang sama dapat merujuk kepada beberapa penyakit yang berbeda. Pada penelusuran dengan metode forward chaining dapat dilihat bahwa penelusuran ke depan untuk mengenali penyebab dan jenis penyakit yang dialami oleh pasien (Hamdani, 2010). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Decision Tree Dengan Forward Chaining
3.4 Desain Diagram Konteks
Beberapa jurnal melakukan perancangan sistem pakar untuk mendiagnosis penyakit mata ini menggunakan diagram konteks. Diagram ini menjelaskan tentang hubungan input/output antara sistem dengan dunia luarnya. Suatu diagram konteks selalu mengandung satu proses saja yang mewakili proses seluruh sistem (Hamdani, 2010). Perancangan sistem dimulai dari hal yang paling global hingga menjadi model yang paling detail. Aliran data bersumber dari pengetahuan yang didapatkan dari pakar, dimasukkan ke dalam sistem, kemudian diproses. Dalam hal ini, pakar bertugas memasukkan data-data baru mengenai gejala dan jenis penyakit. Pasien memasukan gejala yang dirasakan untuk keperluan diagnosis, kemudian pasien mendapatkan hasil diagnosis penyakit. Secara umum, diagram konteks sistem pakar untuk diagnosis penyakit mata pada manusia dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram Konteks Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Mata
4. Hasil dan Pembahasan
Setelah dibuat decision tree dengan metode forward chaining, hasil implementasinya dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan aturan-aturan (rule) yang diimplementasikan tersebut, dengan metode forward chaining, sistem pakar akan dapat memberikan kesimpulan hasil diagnosis penyakit mata sesuai dengan gejala yang dirasakan pasien sebagai pengguna aplikasi. Contoh penerapan aplikasi sistem pakar untuk diagnosis penyakit mata dapat dilihat pada Gambar 6
Gambar 6. Contoh Aplikasi Sistem Pakar Untuk Diagnosis Penyakit Mata
Pada aplikasi sistem pakar umumnya user akan diminta untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan gejala yang dirasakan. Dalam aplikasi ini, user menjawab dengan ya atau tidak. Setelah menjawab beberapa pertanyaan, maka aplikasi akan menghasilkan kesimpulan mengenai jenis penyakit mata yang diderita user. Pada aplikasi sistem pakar lainnya, tidak jarang juga sudah memberikan solusi atau cara penanganan terhadap jenis penyakit yang diderita tersebut. Untuk lebih jelas mengenai penerapan sistem pakar dalam hal mendiagnosis penyakit mata, berikut ini terdapat contoh aplikasi lainnya yang sejenis. Contoh aplikasi lainnya tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Contoh Aplikasi Sistem Pakar Lainnya Untuk Diagnosis Mata
Kedua contoh aplikasi sistem pakar untuk diagnosis penyakit mata di atas masih belum berbasis web. Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat, saat ini sebenarnya sudah banyak sistem pakar yang dibuat berbasis web. Dengan adanya aplikasi sistem pakar berbasis web, pengguna dapat mengakses aplikasi tersebut di mana saja dengan lebih mudah dan praktis. Sistem pakar berbasis web ini dapat dipelajari lebih lanjut dengan mambaca artikel atau jurnal pada bagian referensi yang membahas hal tersebut.
5. Simpulan dan Saran
Aplikasi sistem pakar (expert system) dalam bidang kedokteran yang dibuat dengan proses penelusuran maju (forward chaining) mampu mengenali jenis penyakit pada manusia, terutama jenis penyakit mata. Aplikasi sistem pakar ini dapat menjadi sarana untuk menyimpan pengetahuan tentang penyakit terutama yang berkenaan dengan jenis penyakit mata dari para pakar atau ahlinya. Sistem pakar mampu membantu pasien maupun dokter dalam menyediakan sistem pendukung keputusan dan saran dari pakar. Saran yang diajukan untuk pengembangan sistem pakar yang lebih baik adalah sistem pakar ini seharusnya juga bisa memberikan solusi atau rekomendasi pengobatan terhadap jenis penyakit tertentu jika dikembangkan lebih jauh lagi. Selain itu, sistem pakar juga perlu ditambah analisis pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis awal sehingga sistem semakin akurat dalam melakukan diagnosis penyakit.
Referensi
[1] Daniel dan Virginia, G. 2010. Implementasi Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit Dengan Gejala Demam Menggunakan Metode Certainty Factor. Jurnal Informatika, Volume 6, Nomor 1.
[2] Fatta, H. dan Wibowo, S. 2010. Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Pada Manusia. Yogyakarta: AMIKOM.
[3] Hamdani. 2010. Sistem Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Mata Pada Manusia. Jurnal Informatika Mulawarman, Volume 5, Nomor 2.
[4] Handayani, L dan Sutikno, T. 2008. Sistem Pakar untuk Diagnosis Penyakit THT Berbasis Web dengan “e2gLite Expert System Shell”. Jurnal Teknologi Industri, Volume 12, Nomor 1.
[5] Kumar, S dan Prava, D. 2010. An Expert System for Diagnosis of Human Diseases. International Journal of Computer Applications, Volume 1, Nomor 13.
[6] Naser, A. dan Zaiter, A. 2008. An Expert System For Diagnosing Eye Disease Using Clips. Journal of Theoretical and Applied Information Technology.
[7] Prabowo, W. ,dkk. 2008. Sistem Pakar Berbasis Web Untuk Diagnosa Awal Penyakit THT. Proceeding of SNASTI.
[8] Setiawan, Anton. 2009. Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Pada Manusia. Jurnal Telkomnika, Volume 7, Nomor 3.
[9] Sulistyohati, A. dan Hidayat, T. 2008. Aplikasi Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Ginjal Dengan Metode Dempster-Shafer. Proceeding of SNASTI.