Kekuatan Layanan…

Kemarin malam, tanpa sengaja saya menemukan sebuah toko kelontong. Tanpa sengaja, karena memang bukan toko ini yang ingin saya tuju. Saya bermaksud menuju toko di ujung blok dari pertokoan di situ. Tapi karena toko ini juga menjual air mineral yang saya butuhkan, ya sudah saya masuk saja.

Pas saya lagi antri bayar, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Melihat saya menunggu hujan, pemilik toko mengambilkan kursi agar saya bisa duduk menunggu hujan berhenti. Melihat saya gelisah karena hujan yang tidak kunjung berhenti, pemilik toko menawarkan payung untuk saya bawa. “Tidak apa, dibawa saja payungnya. Kapan-kapan kalau lewat dikembalikan,” kata Ibu itu berusaha menghilangkan keraguan saya.

Sungkan menunggu agak lama, sayapun berniat membeli camilan sambil menunggu hujan berhenti. Ibunya dengan ramah mengatakan, kalau suka camilan seperti itu, ada yang lebih enak, sambil menunjukkan camilan lain dan menjelaskan kelebihannya serta kekurangan camilan yang saya pilih. Selain itu Ibu tersebut juga menceritakan beberapa jenis produk yang lain dengan kelebihannya. “Beli kopi saset ini saja, harganya cuma tiga ribu. Daripada minum di cafe ..sensor..  dua puluh lima ribu.” Ibu itu menjelaskan dengan semangatnya. Dari niat saya membeli air mineral akhirnya saya membeli beberapa makanan yang lain.

Terus terang saya membeli itu semua bukan karena sungkan atau kasihan. Tapi semata-mata karena layanan yang super ramah yang diberikan Ibu tersebut. Saya juga tidak merasa Ibu tersebut melancarkan bujukan agar saya membeli barang di tokonya lewat penjelasannya yang gamblang. Saya justru merasa betapa banyak pengetahuan yang saya dapat tentang berbagai produk dari beliau.

Tawaran kursi duduk, perhatian agar saya tidak kehujanan, tawaran payung yang boleh dikembalikan kapanpun juga, pengetahuan akan produk tertentu yang saya sering konsumsi dengan dibarengi tutur kata dan sikap yang ramah, benar-benar telah menawan hati saya.

Sambil berpayung menuju ke kendaraan, saya berpikir, inilah kekuatan layanan kepada konsumen atau pelanggan. Ibu tersebut sudah berhasil meningkatkan kepuasan konsumen.  Dari sisi marketing,  beliau mampu membuat saya sebagai konsumen kembali lagi ke toko tersebut demi mengembalikan payung tersebut. Tidak tertutup kemungkinan ketika mengembalikan payung, saya belanja produk-produk lainnya lagi. Keberanian, pikiran positif, dan keyakinan telah bercampur jadi satu kesatuan pada diri Ibu tersebut ketika mengijinkan saya membawa pulang payungnya. Apalah arti kehilangan sebuah payung (yang ternyata usang dan berlobang), jika hal itu mampu menimbulkan kesan positif, kepuasan dan loyalitas konsumen.

Posted in Marketing | 3 Comments

Menyadari Kekuatan Diri…

Sepulang dari studi banding ke tiga perguruan tinggi di Bandung yaitu: Univ. Maranatha, Univ. Pendidikan Indonesia, dan Institut Teknologi Telkom, saya jatuh sakit. Demam tinggi mencapai 38,6 derajat dan mata berair. Saya heran dengan kondisi saya, karena selama di Bandung, dan sampai akhir perjalanan KA Turangga di stasiun Gubeng  pada tanggal 28 Januari 2013, badan ini terasa sehat-sehat saja. Namun ketika sampai di rumah, badan mulai terasa dingin, tidak tahan kena air ketika mandi, makan juga tidak enak di mulut dan akhirnya tergeletak lemah tak berdaya.

Dari dulu badan saya tahan udara dingin. Karena itu pula, seperti kebiasaan saya sebelumnya, kali ini saya juga tidak membawa jaket maupun topi meskipun panitia sudah mengingatkan akan dinginnya AC di kereta api. Bahkan dalam perjalanan pulang Bandung-Surabaya, saya tidak menutup badan ini dengan selimut yang sudah disediakan kereta api. Bukannya gaya, tapi karena kelelahan sehingga saya tertidur pulas dan baru menyadarinya ketika terbangun waktu subuh.

Saya tahu, kejadian ini mengingatkan saya akan satu hal, bahwa saya harus menyadari kekuatan diri saya. Saya sekarang bukan lagi Haryanto yang dulu terutama faktor usia yang sangat berpengaruh pada kekuatan diri saya terhadap kondisi dan cuaca yang ada. Di Bandung beberapa kali terkena gerimis, tidur malam (karena saya memang sulit tidur ketika pindah tempat baru), kurang makan (terutama hari H studi banding), kedinginan dalam gerbong kereta api, dan lain-lain, menyebabkan saya jatuh sakit.

Dengan menyadari kekuatan diri, saya akan selalu eling dan waspada dalam menjaga diri dan beradaptasi dalam menghadapi lingkungan yang berubah. Saya sekarang tidak muda lagi 🙂  Harusnya di Cihampelas, saya beli tuh kaos oblong bertuliskan “Saya pede kok dibilang tua…”  🙂

 

Posted in Kultur - Sosial | Leave a comment