Daya saing suatu negara menjadi tolok ukur yang sangat diperhitungkan dalam memasuki era globalisasi khususnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan bertepatan dengan pergantian tahun baru 2016. Tidak dapat dipungkiri lagi, di era globalisasi sekarang ini peran sistem dan teknologi informasi (STI) menjadi semakin krusial dalam meningkatkan daya saing bangsa. Kebutuhan STI semakin tinggi seiring dengan kemajuan STI yang sangat pesat. Bahkan STI telah mempengaruhi gaya hidup dan cara bertransaksi masyarakat yang diistilahkan dengan e-life, seperti e-commerce,e-banking, e-learning, e-library, e-journal, e-goverment dan segala hal yang berbasis elektronika dan diakses melalui internet atau secara online.
Dalam Global Competitiveness Report 2015-2016 yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati peringkat 37 dari 140 negara di seluruh dunia. Peringkat ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014 yang menempatkan Indonesia pada peringkat 34. Peringkat 34 merupakan peringkat terbaik yang pernah diraih Indonesia sejak indeks daya saing pertama kali dirilis pada tahun 2009. Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, peringkat Indonesia dibandingkan negara ASEAN masih tertinggal dari Singapura di peringkat 2, Malaysia di peringkat 18 dan Thailand yang berada di peringkat 32. Namun Indonesia menggungguli negara Filipina yang berada di peringkat 47, Vietnam di peringkat 56, Laos di peringkat 83, Kamboja di peringkat 90, dan Myanmar di peringkat 131. Jika dibandingkan negara di luar Asia Tenggara, peringkat daya saing Indonesia masih lebih baik dari Portugal (38), Italia (43), Rusia (45), Afrika Selatan (49), India (55), dan Brasil di peringkat 75.
Pilar kesiapan teknologi merupakan salah satu pilar yang digunakan WEF dalam menentukan indeks daya saing suatu negara. Rendahnya pilar kesiapan teknologi Indonesia inilah yang menjadi salah satu kelemahan daya saing Indonesia di kancah dunia. Variabel penyebabnya adalah jumlah pengguna komputer dan internet yang masih rendah. Selain itu, tingkat absorsi teknologi pada level perusahaan dinilai masih terlambat mengikuti perkembangan teknologi terkini sehingga turut berkontribusi menurunkan skor pilar kesiapan teknologi Indonesia.
Kondisi ini sungguh ironis mengingat hasil riset International Data Corporation (IDC) menyatakan belanja STI Indonesia diperkirakan mencapai USD 14,1 miliar pada tahun 2015. Menurut Country Manager IDC Indonesia, pertumbuhan belanja STI di Indonesia merupakan yang terbesar dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. Untuk mengejar ketertinggalan dalam kesiapan teknologi, pemerintah berkomitmen mendorong adopsi STI pada tahun 2016 di berbagai sektor industri dan pengembangan digital ekonomi. Hal ini berdampak pada pertumbuhan belanja STI Indonesia tahun 2016 yang diperkirakan meningkat sebesar 8,3% atau mencapai USD 15,3 miliar. Belanja STI Indonesia ini diperkirakan akan menyumbang 2,7% terhadap produk domestik bruto Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika pada dasarnya menyadari bahwa kemampuan mengumpulkan, mengolah dan memanfaatkan informasi mutlak dimiliki oleh suatu bangsa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa serta taraf dan kualitas hidup masyarakatnya. Hal tersebut telah tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika 2010-2014. Oleh karena itu, dalam Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025 yang terdapat dalam UU No. 17 Tahun 2007, pemerintah telah menetapkan sasaran untuk mewujudkan masyarakat informasi Indonesia pada periode jangka menengah ketiga, yaitu tahun 2015-2019.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga mempunyai ambisi untuk menjadi negara terbesar bidang ekonomi digital di Asia Tenggara (Antara, Des. 2015). Pemerintah akan menjadikan sektor tersebut sebagai salah satu kontributor utama dalam perekonomian nasional pada tahun 2020 mendatang. Untuk mewujudkan ambisi besar tersebut, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah meluncurkan program mencetak seribu wirausaha berbasis teknologi atau dikenal dengan istilah teknopreneur. Program ini jelas membuka peluang besar bagi masyarakat khususnya alumni dan mahasiswa perguruan tinggi yang telah menerapkan kurikulum berbasis teknologi informasi dan mengembangkan jiwa kewirausahaan untuk meraih peluang bisnis yang terbuka luas.
Dalam tata laksana pemerintahan sendiri, penerapan STI juga sangat mendesak untuk direalisasikan dengan tujuan membentuk tata kerja pemerintahan menjadi lebih sederhana, responsif, dan transparan yang lebih dikenal dengan istilah e-government. Beberapa manfaat yang diperoleh dengan implementasi e-government antara lain: 1. Peningkatan kualitas layanan publik kepada masyarakat. Karena melalui penerapan STI memungkinkan masyarakat mengakses semua informasi pemerintah dan layanan melalui website yang dikelola oleh pemerintah; 2. Peningkatan efisiensi pelaksanaan tugas pemerintahan. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, maka peyediaan data, informasi dan komunikasi dapat meningkatkan efisiensi secara signifikan; 3. Peningkatan hubungan transparansi dalam proses pengambilan keputusan tentang anggaran dan pengeluaran, kebijakan, dan lain sebagainya sehingga terjalin yang lebih baik antara pemerintah, para pelaku bisnis dan masyarakat; 4. Mengurangi korupsi sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah; dan 5. Meningkatkan produktivitas kerja sekaligus kualitas sumber daya manusia melalui penyederhanaan administrasi, pemangkasan birokrasi, dan peningkatan informasi pemerintah.
Fakta-fakta yang ditunjukkan pada paparan di atas membuktikan STI memiliki peranan penting dalam meningkatkan daya saing bangsa yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Untuk itu, pemerintah harus melakukan percepatan penyediaan infrastruktur jaringan informasi agar kualitas informasi dapat diakses dengan mudah dan murah. Hal ini akan membantu meningkatkan pemerataan literacy masyarakat yang disebabkan juga oleh kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet. Ketersediaan infrastruktur jaringan informasi juga dapat mendorong perusahaan-perusahaan baik swasta maupun perusahaan milik negara untuk memanfaatkan STI dalam memenangkan persaingan bisnis yang semakin kompleks. Dengan upaya serius yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan absorsi STI, diharapkan daya saing negara Indonesia yang kita cintai ini dapat terus meningkat sehingga Indonesia mampu menjadi negara yang pantas diperhitungkan diantara negara-negara di seluruh dunia.
17 Februari 2016.
Artikel ini dimuat di Stikom Surabaya News