RSS
 

Tukang Ojek, Media, dan Persepsi Masyarakat

12 Jun

 

foto: medyarizkadani.blogspot.com

Lama saya tidak berjumpa dengan para alumni Madrasah Aliyah Bilingual (MAB) Krian yang lulus 2010 lalu, tiba-tiba mereka meminta saya untuk mendampingi ziarah ke makam wali lima sekaligus sebagai acara reuni. Sebelum mengundurkan diri dari MAB, saya memang mengajar mereka dari kelas satu hingga lulus sekolah. Total saya mengabdi di sekolah yang berada di lingkungan pesantren itu kurang lebih enam tahun.

Saya tidak keberatan mendampingi para alumni yang berjumlah kurang lebih tiga puluh lima itu. Selama perjalanan, rona kegembiraan muncul di wajah para remaja yang rata-rata berusia dua puluh tahunan itu. Tersirat bahwa para alumni yang sekarang menjadi mahasiswa di berbagai perguruan itu, seolah ingin melepaskan kerinduan bersama teman-teman lamanya. Sampai akhirnya tidak terasa waktu menunjukkan pukul sebelas malam, rombongan baru sampai di makam Sunan Giri, Gresik setelah melakukan perjalanan dari Sunan Ampel Surabaya, Sunan Bonang dan Goa Akbar Tuban, Sunan Drajat Lamongan, dan Maulana Malik Ibrahim Gresik. Padahal jam-jam seperti ini mestinya rombongan ziarah ke makam wali lima sudah tertidur pulas dalam bus menuju perjalanan pulang.

Di makam Sunan Giri, jarak antara tempat parkir dengan tempat makam kurang lebih dua kilometer. Sehingga semua peserta ziarah memutuskan untuk naik kendaraan ojek atau delman. Karena hanya dua jenis kendaraan itulah yang tersedia di area tersebut. Sebagian besar alumni laki-laki naik ojek. Sementara hampir semua alumni perempuan memutuskan naik delman. Ketika saya bertanya: kenapa tidak naik ojek yang biayanya separoh lebih murah sekaligus lebih cepat ketimbang naik delman? Sebagian besar menjawab bahwa mereka takut di bawah “lari” oleh tukang ojek. Padahal, jika saya melihat usia tukang ojek dan kusir (pengemudi delman) sama-sama relatif muda. Tapi begitulah alasan mereka memutuskan naik delman yang lebih mahal dan lebih lamban.

Dalam teori kultivasi, persepsi masyarakat terhadap tukang ojek yang dinilai menakutkan itu tidak lepas dari pengaruh media, terutama televisi. Teori ini menyebutkan bahwa dunia nyata seperti apa yang dilihat di televisi. Televisi menjadi media atau alat utama para penonton untuk belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Bahkan bagi para pecandu berat televisi (heavy viewers) menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya.

Kejadian ini mengingatkan saya ketika berangkat ke Jakarta. Teman saya yang tinggal di sana menyarankan saya untuk naik taksi setelah turun dari bus bandara. Menurutnya, naik ojek kurang menjamin keselamatan. Apalagi ketika saya tiba di Pasar Minggu pukul sepuluh malam, bisa-bisa saya ditipu, dijambret, atau bahkan dibunuh. Lebih-lebih saya tidak menguasai areal ibukota.

Televisi yang kerap menayangkan kekerasan, khususnya kejahatan-kejahatan di jalan raya seperti penjambretan yang dilakukan oleh tukang ojek, pemerkosaan yang dilakukan oleh sopir angkot, dan sejumlah kekerasan lainnya, dilahap oleh penonton televisi dalam program-program berita khusus kriminal. Inilah yang kemudian membius penonton sehingga mengidentifikasi realitas di sekelilingnya sama persis dengan berita-berita yang dikonsumsi di televisi.

Saya juga teringat mahasiswa saya yang hendak melanjutkan studi ke Inggris. Bagi ibu dari mahasiswa tersebut, masalah dana yang menghabiskan sekian ratus juta untuk pergi ke luar negeri bukan menjadi persoalan. Namun yang ditakutkan sang ibu jika anaknya masuk dalam kelompok NII. Seringnya televisi meliput tentang mahasiswa-mahasiswa yang hilang akibat dihipnotis oleh NII sehingga masuk dalam kelompoknya membuat sang ibu selalu khawatir terhadap keselamatan anaknya.

Ini memperlihatkan bahwa betapa buruk gambaran masyarakat tentang realitas di sekitarnya seperti yang ditonton di televisi. Meski sesungguhnya tidak semua yang terjadi di televisi adalah sama dengan dunia nyata. Sebagaimana yang saya lakukan ketika pulang dari Universitas Indonesia Depok menuju rumah teman saya yang berlokasi di Kebun Jeruk. Saat turun dari kereta api di stasiun Gambir, saya memutuskan untuk naik ojek menuju Kebun Jeruk, sekitar pukul delapan malam. Perjalanan yang kami tempuh kurang lebih tiga puluh kilo meter untuk sampai ke rumah teman saya. Dan benar, sang tukang ojek yang berusia sekitar tiga puluhan itu sangat ramah dalam melayani penumpangnya. Tentu saja, ini bukan berarti saya menjustifikasi bahwa semua tukang ojek ramah, akan tetapi untuk memperlihatkan bahwa gambaran masyarakat tentang tukang ojek, sebagaimana yang dipersepsi media, tidak benar-benar sama dengan dunia nyata.

Kendati demikian, tidak mudah untuk mengubah persepsi masyarakat, termasuk para alumni perempuan MAB. Kekuatan media begitu luar biasa untuk memengaruhi atau bahkan mengubah persepsi masyarakat. Media bahkan berhasil menciptakan ketakutan-ketakutan yang seharusnya tidak menakutkan. Termasuk realitas tukang ojek yang tidak semuanya sama seperti yang dipersepsi media dan masyarakat.

 
7 Comments

Posted in Media

 

Leave a Reply

 

 
  1. auto insurance quote comparison

    October 28, 2012 at 7:23 pm

    Hello there, I do believe your website could be having browser compatibility issues. Whenever I take a look at your website in Safari, it looks fine however when opening in IE, it’s got some overlapping issues. I just wanted to give you a quick heads up! Besides that, wonderful site!

     
  2. Nathaniel Dirden

    November 9, 2012 at 6:59 am

    Good post, well written. Thank you. I will be back soon to check out for updates. Cheers.

     
  3. cheap followers

    October 29, 2015 at 12:38 am

    Good way of telling, and fastidious paragraph to take information concerning my presentation focus, which i am going to convey in school.|

     
  4. cheap followers

    November 15, 2015 at 4:48 am

    Thanks to my father who informed me on the topic of this blog, this website is genuinely awesome.|

     
  5. Marvella Breitling

    May 9, 2016 at 9:53 pm

    Great looking site. Assume you did a great deal of your very own html coding.

     
  6. school of applied science

    October 11, 2016 at 5:18 pm

    indeed used to when wearing a motorcycle taxi service Like now worried but grateful motorcycle taxi services online that includes the driver’s name, face and license plate number of the motorcycle look. so do not have to ride the delman again

     
  7. irmayanti

    May 15, 2017 at 10:51 am

    Berarti meda memiliki efek jarum suntik? sehingga dapat mengubah persepsi masyarakat? tapi bagaimana dengan digital era saat ini, masyarakat tidak menjadikan televisi sebagai sumber utama? apakah berarti media artinya memilki efek kecil untuk mempengaruhi masyarakat?

     
 
Skip to toolbar