Waktu memang menjadi hal yang mahal bagi para pemimpin, begitu juga yang dialami Retno Marsudi, Duta Besar Indonesia untuk Belanda sebelum ia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri RI. Namun, kesibukannya tidak membuat Retno mengabaikan kesehatan fisiknya. Disela-sela aktivitasnya di dunia internasional Retno selalu berusaha meluangkan waktu untuk melakukan olahraga. Selain olahraga, Retno juga menjaga istirahat yang cukup, ia memahami benar pentingnya menjaga aspek fisik bagi seorang pemimpin. Tanpa FISIK yang prima, tugas-tugas berat seorang pemimpin tidak akan bisa dijalankan dengan optimal.
Saat lulus sebagai wisudawati termuda di Fisipol UGM, Retno telah mulai menunjukkan keistimewaannya secara INTELEKTUAL. Perjalanan kariernya bertahun-tahun kemudian semakin menegaskan bahwa ia bukan sekadar tokoh intelektual yang pandai menjawab soal ujian diatas kertas, namun juga piawai dalam memecahkan masalah-masalah praktis di lapangan. Srikandi satu ini berperan besar dalam perundingan yang menghasilkan keputusan diizinkannya maskapai penerbangan Indonesia terbang kembali di langit Uni Eropa dan Amerika Serikat. Diplomasi tingkat tinggi semacam ini tentu membutuhkan kreativitas dalam berdiplomasi.
Ada persepsi umum bahwa negosiasi adalah pekerjaan kaum laki-laki. Dunia dianggap serba rasional, apalagi jika kita berbicara tentang negosiasi antara dua negara, yang terbayang di dalam benak kita pastilah tawar-menawar yang didasari oleh logika. Namun, pengalaman Retno membantah hal ini. Retno sangat percaya pada kekuatan personal relationship di dalam negosiasi. Meskipun negosiasi terjadi antara dua negara, namun negosiatornya tetaplah seorang manusia. Sebelum melakukan negosiasi, persiapan-persiapan khusus akan dilakukannya yaitu mempelajari karakter dari mitra negosiasinya, data personal ia pelajari untuk memahami karakter mereka, tidak hanya itu ia juga berusaha menempatkan diri di posisi mitra negosiasi untuk memahami tawaran minimal yang akan mereka terima. Inilah contoh kemampuan EMOTIONALITY dari seorang WOW leader. Agar bisa menyebarkan pengaruh secara efektif kepada orang lain, seorang pemimpin harus bisa melakukan olah rasa, tidak sekadar olah rasio.
Selama ini persepsi di kalangan pemerintah bahwa bekerja sama dengan LSM itu sulit. Namun, pengalaman Retno membantah persepsi tersebut. Kemampuan untuk menjalin hubungan dengan pihak yang beragam (SOCIABILITY) adalah salah satu atribut kepemimpinan yang dibutuhkan oleh seorang WOW leader. Pemimpin semacam ini bisa mengatasi dua jebakan yang lazim dihadapi saat seseorang melakukan networking : jebakan kesamaan (similarity trap) dan jebakan kedekatan (proximity trap).
Pengalaman hidup yang penuh lika – liku serta tanjakan dalam mencapai tujuan menjadikan Retno terbiasa dengan situasi sulit. Sebagai seorang pemimpin, ia tidak mudah patah arang dan mundur ke belakang saat menghadapi tantangan. Kemampuan memotivasi diri sendiri (SELF – MOTIVATION) memang merupakan salah satu atribut kepemimpinan yang harus dimiliki seorang leader.
Rasa RESPONSIBILITY yang besar pula yang dapat menjadikan kariernya menanjak tajam, selain itu pemimpin juga mutlak memiliki INTEGRITY yaitu tidak boleh ada kesenjangan antara kata dan perbuatan.
RSS feed for comments on this post. TrackBack URI
Setuju gan, Tapi masalahnya ada gak yah jaman sekarang leadership yang seperti itu? 🙂
Waaah.. pak retno marsudi sangat cocok dijadikan contoh ni buat anak anak muda calon pemimpin masa depan … Informasinya sugguh membangkitkan ,,,
terima kasih untuk sharing artikelnya
Mungkin untuk bisa seperti model wow leader mesti aktiv di organisasi ya mba’.
mantap gan
merawat
Ceritanya sangat Menginspirasi
nice info gan
makasih sharingnya gan… keep posting terus ya… bagus2 artikelnya
thanks for sharing,is article very good
latepost…