Sepulang dari studi banding ke tiga perguruan tinggi di Bandung yaitu: Univ. Maranatha, Univ. Pendidikan Indonesia, dan Institut Teknologi Telkom, saya jatuh sakit. Demam tinggi mencapai 38,6 derajat dan mata berair. Saya heran dengan kondisi saya, karena selama di Bandung, dan sampai akhir perjalanan KA Turangga di stasiun Gubeng pada tanggal 28 Januari 2013, badan ini terasa sehat-sehat saja. Namun ketika sampai di rumah, badan mulai terasa dingin, tidak tahan kena air ketika mandi, makan juga tidak enak di mulut dan akhirnya tergeletak lemah tak berdaya.
Dari dulu badan saya tahan udara dingin. Karena itu pula, seperti kebiasaan saya sebelumnya, kali ini saya juga tidak membawa jaket maupun topi meskipun panitia sudah mengingatkan akan dinginnya AC di kereta api. Bahkan dalam perjalanan pulang Bandung-Surabaya, saya tidak menutup badan ini dengan selimut yang sudah disediakan kereta api. Bukannya gaya, tapi karena kelelahan sehingga saya tertidur pulas dan baru menyadarinya ketika terbangun waktu subuh.
Saya tahu, kejadian ini mengingatkan saya akan satu hal, bahwa saya harus menyadari kekuatan diri saya. Saya sekarang bukan lagi Haryanto yang dulu terutama faktor usia yang sangat berpengaruh pada kekuatan diri saya terhadap kondisi dan cuaca yang ada. Di Bandung beberapa kali terkena gerimis, tidur malam (karena saya memang sulit tidur ketika pindah tempat baru), kurang makan (terutama hari H studi banding), kedinginan dalam gerbong kereta api, dan lain-lain, menyebabkan saya jatuh sakit.
Dengan menyadari kekuatan diri, saya akan selalu eling dan waspada dalam menjaga diri dan beradaptasi dalam menghadapi lingkungan yang berubah. Saya sekarang tidak muda lagi 🙂 Harusnya di Cihampelas, saya beli tuh kaos oblong bertuliskan “Saya pede kok dibilang tua…” 🙂