Rabu, 6 Juni 2018
“Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” – Mazmur 118:24
Pria : Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati.
Sang Guru : Oh itu tandanya kamu lagi sakit. Penyakitmu bernama “Alergi Hidup”. Banyak
diantara kita yang alergi terhadap kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai
kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo.
Kita berhenti di tempat, dan tidak ikut mengalir. Penolakan kita untuk ikut
mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha pasti ada pasang
surutnya. Dalam berumah tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar.
Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ii?
Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan
menderita. Penyakitmu itu bisa disembuhkan asal kamu bertekad ingin sembuh
dan mau mengikuti petunjukku.
Pria : Tidak, Guru. Saya sudah betul-betul jenuh. Saya ingin mati saja.
Sang Guru : Baiklah. Kalau begitu, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini.
Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kamu
minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati
dengan tenang.
Karena memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya. Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Sang Guru tadi. Lalu ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai. Tinggal satu malam dan satu hari lagi, lalu ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya sangat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, “Sayang, aku mencintaimu.”
Esoknya di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung dan berbisik-bisik satu sama lain, dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin menggalkan kenangan manis. Tiba-tiba segala sesuatu di sekitarnya berubah. Hidup menjadi indah. Sungai kehidupannya mengalir kembali. Ia mengurungkan niatanya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum sore sebelumnya? Ia mendatangi Sang Guru lagi.
Sang Guru : Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kamu sudah sembuh. Apabil kamu hidup
dalam masa kini, apabila kamu hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat
menjemputmu kapan saja, maka kamu akan menikmati hidup setiap detik
kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, dan kesombonganmu. Jadilah
lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kamu tidak
akan jenuh, tidak akan bosan. Kamu akan merasa hidup. Itulah rahasia
kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.
Sobat Talenta, bagaimanakan kita menjalani hidup ini? Apakah dengan perasaan bosan dan penuh? Kalau itu yang terjadi, mari belajar untuk hidup dalam saat sekarang, karena setiap momen kehidupan yang telah berlalu, tidak akan pernah dapat kembali lagi. Jadi jangan kuatirkan hari esok dan jangan sesali hari kemarin. Namun mari menikmati hari ini karena inilah hari yan dijadikan Tuhan untuk setiap kita. Bagaimana menurut anda?
Sumber: Renungan Inspirasi Talenta
You can leave a response, or trackback from your own site.