Sebelum Terjun ke Dunia NFT Pahami dulu Resikonya!



Filed under : Technology

1. NFT bukanlah Pembelian hak milik

Saat anda membeli sebuah NFT, anda sebenarnya tidak membeli hak milik produk tersebut, yang anda beli adalah representasi produk tersebut di “dunia” NFT. Anda bisa menjual kembali produk tersebut di dunia NFT, namun tidak bisa di dunia lain. Jadi saat anda membeli NFT berupa lagu, misalnya, anda tidak bisa menjual lagu tersebut sebagai soundtrack film di dunia nyata,  yang memegang hak milik lagu tersebut tetaplah pengarang lagu tersebut.

2. NFT dapat dibajak

Blockchain di balik teknologi NFT pada dasarnya hanya menyimpan kwitansi pembelian; bukan identitas barang tersebut. Selama token ID berbeda, blockchain di NFT tidak akan mendeteksi adanya barang yang sama. Penyedia platform seperti OpenSea memiliki model bisnis yang bertumpu pada jumlah transaksi. Mereka tidak memiliki kepentingan untuk mengecek apakah sebuah NFT adalah hasil duplikasi atau tidak. Dulu, orang yang ingin menerbitkan (istilahnya minting) NFT harus mengeluarkan semacam biaya pendaftaran. Namun platform penyedia NFT saat ini juga menyediakan opsi slow minting. Slow minting adalah, pengguna tidak tidak perlu membayar uang pendaftaran di muka saat menerbitkan NFT. Pembayaran baru dilakukan ketika produk NFT tersebut laku terjual. Celah inilah yang dimanfaatkan para pembajak untuk menjual produk bajakan, karena mereka cuma perlu copy-paste sebuah produk.

3. NFT rawan digoreng

Salah satu kelebihan (sekaligus kekurangan) NFT adalah anonimitas-nya. Artinya, tidak perlu kejelasan siapa identitas pembeli dan penjualnya. Celah inilah yang bisa digunakan untuk “menggoreng” harga sebuah produk NFA. Contoh modusnya adalah A menjual sebuah foto boneka di OpenSea. Lalu, A membuat akun lain dan membeli foto boneka tersebut dengan harga Rp.10 juta. Lalu, A membuat akun lain lagi dan membelinya dengan harga Rp.30 juta. Begitu seterusnya, sampai kemudian harganya menjadi Rp.100 juta. T. Publik pun kemudian berpikir, foto boneka ini pasti berharga lebih dari Rp.100 juta karena banyak yang memperebutkan. Padahal, itu hanya permainan A semata. Di sisi A, cara ini memang membutuhkan modal. Setiap terjadi transaksi, A harus membayar biaya ke marketplace NFT sekitar 2,5% dari nilai penjualan. Namun nilai itu relatif tidak seberapa dibanding keuntungan yang didapat. Resiko goreng-menggoreng seperti ini juga ada di bentuk investasi lain. Namun resiko NFT relatif lebih besar, karena tidak ada regulator yang mengawasi. Selain itu, NFT biasanya melibatkan karya seni yang bagus-tidaknya terbilang relatif. Jadi meski hati kecil Anda heran kenapa foto boneka A yang biasa saja dihargai Rp.100 juta, narasi NFT menyodorkan fakta kalau harga pasarannya memang Rp.100 juta.

 

Source : Infokomputer | Januari, 2022.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a reply